Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (
LPS) memperkirakan
likuiditas perbankan masih akan mengalami tren pengetatan tahun ini. Pasalnya, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan masih akan jauh di bawah pertumbuhan penyaluran
kredit.
Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengungkapkan persaingan penghimpunan dana makin ketat ke depannya. Alasannya, masyarakat memiliki lebih banyak alternatif investasi tidak hanya di deposito.
"Jadi ke depan yang kita butuhkan adalah kreatifitas bank untuk menciptakan sumber dana baru, jangan hanya tergantung DPK," ujar Destry di kantornya, Kamis (10/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada November lalu pertumbuhan penyaluran kredit industri perbankan sebesar 12,05 persen. Sedangkan, pertumbuhan DPK hanya sebesar 7,19 persen.
Akibatnya, rasio volume kredit dengan penerimaan dana atau
Loan to Deposito Rasio (LDR) perbankan mencapai 92,59 persen. Angka LDR tersebut mencerminkan kondisi likuiditas yang cukup ketat.
Oleh karena itu, LPS mengimbau kepada perbankan agar berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Utamanya, lanjut Destry, untuk bank BUKU III. Pasalnya, posisi LDR sudah melebihi 100 persen.
"Kami imbau bank agar mereka hati-hati menyalurkan kreditnya utamanya untuk beberapa sektor yang rentan dan volatil," katanya.
Tahun ini, LPS memperkirakan pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 12,4 persen. Target LPS ini sejalan dengan target yang dipatok OJK yaitu di rentang 12-13 persen. Namun demikian, target pertumbuhan kredit tahun ini cenderung stagnan dibandingkan klaim pertumbuhan kredit oleh OJK tahun 2018 sebesar 12,45 persen.
Destry menuturkan kredit bakal mulai menggeliat pada semester II, tepatnya usai penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). "Kami berharap setelah Pemilu selesai di April paling tidak sudah memberikan kepastian dunia usaha, siapapun yang menang mereka sudah bisa membaca arah kebijakan ke depan," tuturnya.
Sementara itu, LPS meramalkan DPK akan tumbuh sebesar 9 persen. Hal ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang diprediksi akan mencapai 5,3 persen.
"Belum lagi setelah pesta politk lewat orang mulai
spending lagi sehingga ini menghasilkan dana baru, dan
inflow (aliran dana) akan masuk," kata Destry.
Ketatnya likuiditas ini juga diakui oleh sejumlah bankir nasional. Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengakui likuiditas merupakan tantangan yang dihadapi industri perbankan tahun ini. Ketatnya likuditas di tahun ini merupakan lanjutan dari tren pengetatan likuiditas di tahun lalu.
"Kami melihat tahun 2018 kemarin tahun yang cukup menantang karena pertumbuhan kreditnya mulai
rebound ke 12-13 persen, tapi pertumbuhan DPK nasional hanya 8 persen, sehingga LDR nasional meningkat," ujar Kartika.
Senada, Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengamini jika likuiditas akan cukup ketat tahun ini. Herry meyakini DPK industri perbankan tahun ini mampu tumbuh meskipun tipis.
"Kalau melihat posisi LDR 93 persen, cukup ketat," kata Herry.
(agt/ulf/agt)