Aprindo Sebut Penutupan Gerai Ritel Logis Saat dalam Tekanan

CNN Indonesia
Kamis, 17 Jan 2019 09:06 WIB
Aprindo mengatakan penutupan gerai tak selalu berarti dilakukan karena tekanan. Penutupan mungkin dilakukan untuk membuat pengelolaan ritel lebih fokus.
Ketua Aprindo Tutum Rahanta. (CNN Indonesia/Yuliyanna Fauzi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan maraknya penutupan gerai ritel yang terjadi belakangan ini merupakan konsekuensi normal bagi pelaku jika sudah menyerah dengan persaingan. Penutupan gerai juga merupakan langkah logis bagi pelaku usaha yang memang sudah tak kuat lagi mengatasi tekanan biaya yang mereka hadapi.

Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta mengatakan sebelum menutup gerai, peritel sebenarnya sudah mencari cara agar biaya-biaya bisa ditekan. Efisiensi dicari dengan mempertimbangkan kembali biaya pemasaran, sewa tempat, hingga biaya sumber daya manusia.

Ketika efisiensi yang dilakukan ternyata tak sebanding dengan dengan tekanan biaya operasi, penutupan gerai menjadi pilihan terakhir. "Tutup toko ini sebetulnya pilihan jalan terakhir, semua tentu didasarkan atas hitungan untung-rugi. Kalau satu toko tak menjanjikan, ibarat bagian tubuh yang tak berfungsi, tentu perlu diamputasi," ujar Tutum, Rabu (16/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tutum mengatakan penutupan satu gerai sebenarnya tak berarti pengusaha ritel benar-benar menyerah dengan kegiatan usahanya. Menurut Tutum, pelaku usaha ritel bisa jadi berencana memindahkan gerainya ke lokasi lain yang lebih ramai atau memiliki biaya sewa yang lebih murah.


Di samping itu, bisa jadi pelaku usaha ritel hanya fokus ke beberapa gerai yang benar-benar diyakini memberikan keuntungan melimpah bagi perusahaan. "Dulu misalkan lokasi itu sempat ramai. Tapi karena perkembangan waktu, lokasi yang ramai ternyata sudah pindah. Bisa jadi lokasinya memang sudah salah dan masyarakat beralih ke tempat yang lebih nyaman, sehingga sah saja relokasi dan menutup outlet lama," imbuh dia.

Menurut dia, tren penutupan ritel masih akan berlanjut dalam jangka waktu yang tidak tentu. Semua itu tergantung dengan daya tahan masing-masing pelaku usaha ritel dalam menjalankan strategi bisnisnya.

Strategi, utamanya berkaitan dengan cara menghadapi pola belanja masyarakat yang saat ini lebih senang berbelanja daring (online) dan menyikapi daya beli masyarakat yang dianggapnya masih turun.


Tutum mengatakan biasanya peritel yang kompetitif dalam menentukan harga jual dan efisiensi biaya masih bisa bertahan hidup di tengah daya beli yang masih melesu. Namun, jika itu tidak dilakukan, maka peritel mau tak mau harus gagal.

"Pasti nanti akan ada lagi yang tutup, tapi apakah semua gerai atau sebagian saja, itu tergantung pelaku usahanya, apakah masih bisa beradaptasi atau tidak," paparnya.

Sejumlah ritel belakangan ini memutuskan untuk menutup gerainya. Penutupan terbaru dilakukan PT Hero Supermarket Tbk (HERO Group).

Perusahaan tersebut memutuskan untuk menutup total 26 gerai ritelnya seiring dengan lesunya bisnis makanan yang dijual ritel modern itu. Dampaknya, 532 orang karyawan dirumahkan.

Aprindo Sebut Penutupan Gerai Ritel Logis Saat dalam TekananCentral Neo Soho menawarkan pesta diskon menjelang penutupan gerai mereka. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah)

Manajemen Hero Supermarket mengaku penutupan dilakukan karena bisnis ritel penjualan makanan turun hingga 6 persen. Akibat penurunan tersebut, perusahaan menanggung kerugian hingga Rp163 miliar pada kuartal ketiga tahun kemarin.

Kerugian tersebut naik dua kali lipat dibanding kuartal III 2017 yang hanya Rp79 miliar. Tak hanya itu, PT Central Retail Indonesia juga memutuskan untuk menutup toko ritel Central Departement Store Neo Soho di kawasan Grogol. Penutupan rencananya dilakukan mulai 18 Februari mendatang. (glh/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER