BI Ramal Neraca Pembayaran Surplus US$5 M di Kuartal I 2019

CNN Indonesia
Jumat, 18 Jan 2019 13:10 WIB
Neraca pembayaran diproyeksi surplus US$4-5 miliar pada kuartal I 2019, seiring penurunan defisit transaksi berjalan dan derasnya arus modal asing.
Ilustrasi dolar AS. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia memproyeksi neraca pembayaran Indonesia pada kuartal I 2019 bakal surplus di kisaran US$4-5 miliar. Surplus tersebut seiring dengan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang diperkirakan akan menurun dibanding kuartal IV 2018 yang diperkirakan mencapai US$8,8 miliar.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan defisit transaksi berjalan akan menurun karena tren impor biasanya akan lebih rendah pada periode Januari-Maret. Penurunan impor, menurut dia, juga didorong kebijakan pembatasan impor yang dikeluarkan pemerintah dengan menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk 1.147 barang impor.

"Defisit transaksi berjalan akan jauh lebih rendah, tidak hanya karena pola musiman, tapi karena impor juga menurun," ujar Perry di Kompleks Gedung BI, Kamis (17/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Selain penurunan CAD, surplus neraca pembayaran juga akan didorong oleh surplus besar pada neraca modal. Neraca modal, menurut Perry, bakal deras pada awal tahun ini seiring membaiknya kepercayaan asing terhadap negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Kami lihat ada aliran modal asing dalam berbagai bentuk, baik PMA (penanaman modal asing), dan lainnya," terang dia.

Perry menjelaskan tren neraca pembayaran sudah mulai positif pada akhir tahun lalu terlihat dari cadangan devisa yang meningkat pada akhir tahun menjadi US$120,7 miliar. BI sebelumnya memperkirakan neraca pembayaran bakal surplus di kuartal IV 2018 sebesar US$8 miliar. Kendati demikian, secara keseluruhan tahun, neraca pembayaran tetap bakal defisit US$8,1 miliar akibat defisit selama tiga kuartal sebelumnya.

"Ada peningkatan jumlah wisatawan mancanegara, sehingga ada devisa dari pariwisata," terangnya.


Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara menambahkan, tren penurunan defisit transaksi berjalan juga akan berasal dari penguatan nilai tukar rupiah. Kurs rupiah yang lebih kuat, menurut dia, membuat nominal impor tidak terlalu bengkak.

Menurutnya, penguatan rupiah terjadi karena sinyal ketidakagresifan (dovish) bank sentral AS, The Federal Reserve dalam menaikkan tingkat suku bunga acuan pada tahun ini.

"Ini membuat inflow (masuknya aliran modal asing) ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Ini memberi dampak pengendalian kurs lebih baik," ungkapnya.

Lebih lanjut, tren penurunan defisit transaksi berjalan membuat bank sentral nasional optimis bahwa defisit bisa mencapai target 2,5 persen dari PDB pada akhir tahun ini. "Tapi kami masih sangat berhati-hati pada defisit transaksi berjalan," pungkasnya. (uli/agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER