Ekonom: Laju Ekonomi Masih Ditopang Konsumsi dan Investasi

CNN Indonesia
Kamis, 07 Feb 2019 10:52 WIB
Sejumlah ekonom menilai tingkat investasi dan konsumsi masih akan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Ilustrasi. (CNNIndonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah ekonom menilai tingkat investasi dan konsumsi masih akan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi tahun ini. Sebab, neraca perdagangan Indonesia yang mencakup komponen ekspor dan impor masih sulit keluar dari persoalan defisit.

Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan Indonesia sebenarnya mendapatkan keuntungan dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Sejumlah negara yang tadinya menanamkan investasi di dua negara itu memindahkan dananya ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Perang dagang membuat diversifikasi investasi yang tadinya misalnya ke China jadi ke negara lain karena pada takut," ucap David kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Indonesia masih kalah dengan Vietnam. Menurut David, banyak investor dari luar negeri yang beralih ke Vietnam dibandingkan ke Indonesia. Maka itu, pemerintah perlu mendorong lagi investasi asing.


"Paling banyak Vietnam, ya Indonesia ada. Jadi pemerintah perlu upaya keras dorong investasi," terang David.

Ia menyebut mayoritas investor sebenarnya sedang menunggu kebijakan yang akan diterbitkan oleh pemenang peserta pemilihan presiden (pilpres) 2019. Bila kebijakan itu menguntungkan bagi pengusaha, maka otomatis akan mendatangkan banyak investor.

"Lihat kebijakan setelah pemilihan umum (pemilu), karena ekonomi global kan melemah. Indonesia ada peluang ini," ujar David.

Bahkan, David menyebut investasi menjadi satu-satunya jalan agar pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen tahun ini. Sebab, ia pesimistis pertumbuhan konsumsi dapat bertahan di level 5 persen.


"Karena Bahan Bakar Minyak (BBM) ada potensi naik tahun ini, itu kan mempengaruhi inflasi dan daya beli masyarakat," jelas David.

Diketahui, pertumbuhan konsumsi menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi. Pada 2018 misalnya, kontribusi pertumbuhan konsumsi sebesar 55,74 persen, sedangkan investasi sebesar 32,29 persen.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pertumbuhan investasi 2018 sebesar 4,1 persen dari Rp692,8 triliun menjadi Rp721,3 triliun. Bila dirinci, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp324,8 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp392,7 triliun.

Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan tingkat konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh moderat sebesar 5-5,1 persen pada 2019. Angka itu tak jauh berbeda dengan realisasi pertumbuhan konsumsi tahun lalu sebesar 5,05 persen.


"Ini ditopang oleh terkendalinya inflasi serta belanja pemerintah pusat dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat," kata Josua.

Terlebih, pemerintah masih menyalurkan bantuan melalui transfer dana desa dan bantuan sosial (bansos). Selain itu, pilpres 2019 juga akan mendongkrak konsumsi dari berbagai lapisan masyarakat.

"Belanja pemilu diperkirakan tetap menopang konsumsi lembaga non-profit rumah tangga yang akan tetap menjaga daya beli," jelas Josua.

Ia memperkirakan inflasi masih pada kisaran 3 persen sampai 3,5 persen pada tahun ini, sementara realisasi inflasi tahun lalu sebesar 3,13 persen.


Baik David dan Josua sama-sama berpendapat pemerintah perlu kerja keras meningkat ekspor. Pasalnya, neraca perdagangan Indonesia masih defisit pada 2018 sebesar US$8,57 miliar. Realisasi itu bahkan menjadi yang terburuk dalam lima tahun terakhir.

David menambahkan pelemahan harga komoditas menjadi salah satu persoalan yang menghambat ekspor. Masalahnya, mayoritas produk yang diekspor adalah komoditas.

"Apalagi Indonesia masih bangun infrastruktur banyak, itu butuh banyak impor (untuk bahan bakunya)," pungkas David.

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu tercatat 5,17 persen. Capaian itu lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2016 sebesar 5,03 persen dan 2017 sebesar 5,07 persen. Hanya saja, masih lebih rendah dari target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang dipatok sebesar 5,4 persen. (aud/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER