Jakarta, CNN Indonesia -- Seiring perkembangan
teknologi, transaksi nontunai atau
cashless dalam setiap transaksi pembayaran akan menjadi sebuah keniscayaan.
Indonesia pun tak luput dari tren
cashless society tersebut.Transaksi nontunai memang tengah mendapat angin segar di Indonesia, terutama dari pesatnya pembangunan infrastruktur pendukung trend tersebut. Menurut riset
eMarketer, sebuah lembaga riset digital marketing, jumlah pengguna aktif
smartphone di Indonesia diprediksi mencapai lebih dari 100 juta orang pada 2018 kemarin.
Dengan jumlah itu, Indonesia menjadi negara dengan pengguna aktif
smartphone terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) dalam surveinya yang bertajuk 'Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017' menyebutkan pengguna internet di Indonesia meningkat menjadi 143,26 juta pengguna. Jumlah pengguna internet tersebut meningkat 10,56 juta jiwa dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 132,7 juta orang.
Jumlah pengguna internet tersebut mewakili 54,7 persen dari total populasi penduduk. Kondisi ini membuat penyedia layanan keuangan digital (
financial technology/fintech) untuk transaksi pembayaran makin menjamur di Indonesia.
Sebut saja, deretan nama-nama
fintech pembayaran mulai dari OVO, GoPay, Dana, Doku, Midtrans, dan lain sebagainya. Tak ketinggalan, LinkAja yang merupakan perusahaan patungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penyedia layanan keuangan digital juga muncul.
Secara umum, mereka memberikan layanan dompet digital atau
digital wallet. Dompet digital ini memungkinkan penggunanya untuk menyimpan uang di aplikasi, kemudian memanfaatkannya untuk transaksi pembayaran di
merchant offline maupun
online.
Perencana Keuangan Safir Senduk mengatakan prinsip transaksi pada layanan keuangan digital serupa dengan rekening bank. Hanya saja, pengguna bisa bertransaksi lewat aplikasi, sehingga lebih efisien.
Namun demikian, bukan berarti penggunanya bisa abai terhadap pengelolaan keuangan. Agar tidak terlena dengan penggunaan transaksi digital, ia menyarankan agar isi saldo pada dompet digital disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
"Penggunaan dompet digital ujungnya untuk pembayaran makanan dan transportasi. Mungkin belum banyak orang untuk membayar listrik dan hal lain. Jadi, sebaiknya sisihkan uang untuk kebutuhan makanan dan transportasi saja," kata Safir kepada CNNIndonesia.com.
Ia juga menyarankan agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan iming-iming pengembalian uang atau
cashback. Tak dipungkiri lagi, untuk menarik minat penggunanya beberapa dompet digital memberikan
cashback dalam nominal yang menggiurkan.
Sebut saja OVO. Mereka menawarkan
cashback hingga 60 persen untuk beberapa transaksi di
merchant saat tanggal penerimaan gaji. Tak jauh berbeda, GoPay. Mereka juga menawarkan program Pay Day yang menawarkan
cashback hingga 50 persen saat gajian.
Di luar tanggal penerimaan gaji, keduanya juga berlomba-lomba menawarkan
cashback kepada konsumen.
Alih-alih membantu pengguna makin efisien dalam mengelola uang, iming-iming
cashback tersebut justru membuat penggunanya makin konsumtif. Oleh sebab itu, ia mengimbau pengguna dompet digital untuk bertransaksi sesuai kebutuhan.
"Jadi fokusnya pada belanja bukan ke
cashback-nya. Kalau belanja karena
cashback, semua pasti menawarkan
cashback. Jadi sebaiknya betul-betul fokus apa yang dibutuhkan saja," ujarnya.
Perencana keuangan Tatadana Consulting Tejasari Asad mengatakan masyarakat saat ini masih terlena dengan euforia
cashless, lantaran ini merupakan inovasi di bidang keuangan. Ia menekankan agar masyarakat tetap mendahulukan investasi dan tabungan.
"Selalu tertib setiap bulan untuk investasi atau nabung dahulu. Misalnya gajian sebaiknya langsung dicicil untuk tabungan dan investasi, dan membayar kewajiban," katanya.
Agar tidak tergiur dengan tawaran manis
cashback, Tejasari menyatakan pengguna untuk membedakan rekening bank untuk mengisi dompet digital dengan rekening untuk memenuhi kebutuhan utama. Di sinilah pentingnya penyusunan anggaran atau
budgeting sebelum menggunakan uang.
Termasuk, mengalokasikan anggaran untuk dompet digital sesuai dengan kebutuhan. "Kita harus membuat
budget, misalnya untuk kebutuhan makan dan transportasi Rp1 juta sebulan. Kalau sudah habis ya sudah, tidak bisa ditambahkan lagi," katanya.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk menghindari penggunaan utang dalam transaksi
cashless. Meskipun, fasilitas tersebut memberikan kemudahan bagi penggunaannya.
Kelebihan dan Kekurangan
Perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto menekankan penggunaan transaksi nontunai sama halnya ketika memakai uang tunai. Dengan demikian, kunci utamanya bukan pada produknya tapi bagaimana masyarakat menggunakan dan mengelola uangnya.
"Intinya kalau kita mengeluarkan uang harus mengutamakan kebutuhan dan kewajiban dulu baru keinginan. Jadi kewajiban, kebutuhan, baru keinginan," katanya.
Ia menuturkan transaksi nontunai sebenarnya memiliki beberapa keuntungan.
Pertama, transaksi relatif aman. Sebab, jika penggunaan ingin bertransaksi maka dibutuhkan kode atau pin khusus yang hanya diketahui oleh pengguna.
"Dalam hal ini mungkin saja
handphone kita hilang, tetapi uangnya tidak hilang, berbeda dengan dompet hilang maka uangnya hilang," kata Eko.
Kedua, transaksi nontunai menghindarkan adanya penggunaan uang palsu dalam bertransaksi. Dalam jangka panjang, Eko meyakini, transaksi nontunai juga berpotensi mengurangi adanya praktis korupsi.
Ketiga, transaksi nontunai bersifat praktis dan efisien. Dengan adanya beralam alat transaksi pembayaran, masyarakat tidak perlu lagi membawa uang tunai dalam jumlah besar.
Keempat, bagi Bank Indonesia transaksi nontunai bisa mengurangi anggaran untuk mencetak uang. Selanjutnya, anggaran itu bisa dialokasikan untuk kebutuhan lainnya.
Selain itu, lewat transaksi nontunai
, pemerintah bisa memantau aliran dan tren konsumsi masyarakat.
Namun demikian, transaksi nontunai juga memiliki kelemahan. Salah satunya tergantung teknologi, sehingga memiliki potensi gangguan. Jika terjadi gangguan, maka dikhawatirkan akan mengganggu keuangan penggunanya.
Selain itu, transaksi nontunai juga dapat membuat penggunanya menjadi konsumtif. Pasalnya, transaksi nontunai memudahkan akses kepada konsumsi. Terlebih dengan adanya berbagai promosi. Disinilah pentingnya edukasi penggunaan transaksi nontunai bagi masyarakat.
"Harus diberikan edukasi dan pembelajaran lagi. Transaksi
cashless seharusnya tidak membuat kita tambah boros tapi malah membuat kita merencanakan keuangan dengan baik," kata Eko.
(ulf/agt)