Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menargetkan
ekspor nonmigas Indonesia mencapai US$175 miliar sepanjang 2019, atau hanya naik 7,5 persen raihan tahun lalu US$162,65 miliar. Pada 2018, ekspor
nonmigas Indonesia tumbuh 6,25 persen dari realisasi tahun sebelumnya yang sebesar US$153,03 miliar.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menuturkan target yang dipatok tidak mencapai dua digit, lantaran mempertimbangkan kondisi ekonomi global. Sebelumnya, pemerintah memang menetapkan target ekspor 11 persen pada 2018, meskipun meleset.
"Target ekspor sudah ditetapkan sebesar 7,5 persen. Kami tidak berani menargetkan
double digit melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat," kata Enggar di Hotel Shangri-La, Rabu (13/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan strategi yang bakal diterapkan untuk mencapai target tersebut adalah memaksimalkan manfaat dari perjanjian dagang dengan beberapa negara. Perjanjian dagang tersebut diharapkan bisa menciptakan pasar baru bagi Indonesia lewat kebijakan non tarif (
nontariff barrier).
Oleh sebab itu, Enggar menargetkan agar perundingan dagang yang telah ditandatangani bisa segera diratifikasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhir tahun. Beberapa perjanjian dagang yang telah disepakai antara lain perjanjian Kemitraan ekonomi komprehensif atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dan Indonesia-European Free Trade Association (EFTA) CEPA atau IE-CEPA.
"Makanya saya tidak berani double digit karena bisa diratifikasi secara keseluruhan dan baru efektif tahun depan, jadi baru sebagian (perjanjian dagang) yang baru kita lakukan,"tuturnya.
Selain itu, ia mengatakan akan bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian untuk mendorong ekspor lima komoditas non migas prioritas. Kelimanya meliputi industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri elektronik, dan industri kimia.
Ia juga menyatakan akan berkolaborasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam mendorong investasi. Sebab, pertumbuhan investasi diyakini bisa menggenjot ekspor.
Enggar juga mengimbau masyarakat, terutama pengusaha, tidak berkecil hari dengan catatan defisit neraca perdagangan tahun lalu yang merupakan tertinggi dalam sejarah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor sepanjang tahun lalu senilai US$180,06 miliar. Raihan ekspor itu di bawah kinerja impor yang mencapai US$188,63 miliar. Kondisi ini menyebabkan Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan senilai US$8,57 miliar.
"Tidak usah kecil hati dengan angka itu, sebab seperti yang dijelaskan Kepala BKPM (Thomas Lembong) bahwa ekpsor bisa meningkat kalau ada investasi, dan impor yang tinggi tahun lalu untuk barang modal dan barang baku yang menandakan adanya investasi," tukasnya.
[Gambas:Video CNN] (ulf/lav)