Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (
BPS) mencatat
neraca perdagangan pada Februari
surplus US$330 juta. Kinerja ini lebih baik dibandingkan Januari yang mencatat defisit US$1,16 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto menuturkan defisit neraca perdagangan disebabkan karena jumlah ekspor lebih besar dibandingkan impornya. Tercatat, ekspor Februari di angka US$12,53 dan impornya di angka US$12,2 miliar.
Ia menyebut nilai ekspor sebesar US$12,53 miliar sebetulnya menurun dibanding bulan sebelumnya, yakni US$13,93 miliar. Hal ini disebabkan dua faktor, yakni penurunan harga komoditas non-migas serta tren secara tahunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhariyanto merinci beberapa harga mengalami penurunan, khususnya di sektor pertambangan, seperti batu bara, bijih tembaga, dan bijih besi. Maka dari itu, tak heran jika ekspor pertambangan hanya US$1,8 miliar atau turun 18,76 secara bulanan (month-to-month).
Kemudian, industri pengolahan juga terpukul karena kinerja industri minyak kelapa sawit juga tidak menggembirakan. Suhariyanto bilang, ekspor CPO turun 13,27 persen dan memberatkan kinerja ekspor industri pengolahan yang turun 7,71 persen secara bulanan.
Namun demikian, menurutnya, hal ini juga merupakan tren tahunan. Biasanya, kinerja ekspor Februari lebih rendah dibanding Januari. Hal ini juga berlaku di tahun lalu, di mana ekspor Januari 2018 sebesar US$14,55 persen langsung turun ke angka US$14,13 miliar.
"Ini karena jumlah hari pada Februari sebanyak 28 lebih pendek dibanding Januari yang 31. Perbedaan tiga hari ini ternyata sangat berpengaruh," ujar Suhariyanto di Gedung BPS, Jumat (15/3).
Di sisi lain, laju pertumbuhan impor ternyata melemah drastis dibanding Januari. BPS mencatat, impor Februari menurun tajam 18,61 persen dibanding bulan sebelumnya US$14,99 miliar.
Seluruh golongan impor tercatat mengalami penurunan. Golongan barang konsumsi menurun 17,43 persen dibanding bulan sebelumnya utamanya jeruk mandarin dan buah pir. Kemudian, bahan baku dan bahan penolong juga menurun 15,04 persen khususnya minyak mentah untuk produksi manufaktur, dan impor barang modal juga turun 7,09 persen.
"Bahkan ini juga terjadi di penurunan impor migas dari US$1,66 miliar ke US$1,55 miliar. Kami harap ke depan impor ini bisa semakin dikendalikan," papar dia.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia sejak Januari ke Februari tercatat US$26,46 miliar, sementara nilai impor kumulatif US$27,19 miliar. Walhasil secara kumulatif, Indonesia masih mencatat defisit US$730 juta sepanjang tahun 2019.
"Tantangan 2019 memang tidak gampang, pertumbuhan ekonomi global memang bergejolak dan harga komoditas masih bergejolak," pungkasnya.
[Gambas:Video CNN] (glh/bir)