ANALISIS

Janji Sandiaga 'Obati' BPJS Kesehatan 200 Hari Tak Realistis

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 18 Mar 2019 09:38 WIB
Pengamat menilai janji Cawapres Sandiaga Uno mengobati defisit BPJS Kesehatan dalam 200 hari tak realistis, mengingat penyelesaiannya melibatkan banyak pihak.
Pengamat menilai janji Cawapres Sandiaga Uno mengobati defisit BPJS Kesehatan dalam 200 hari tak realistis, mengingat penyelesaiannya melibatkan banyak pihak. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Janji Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno untuk 'mengobati' defisit BPJS Kesehatan dalam 200 hari kepemimpinannya bersama sang Calon Presiden Prabowo Subianto dianggap tak realistis.

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menilai pernyataan Sandi hanya retorika normatif semata. Menurut dia, target penyelesaian 200 hari terhadap penyakit menahun BPJS Kesehatan sejak tahun perdananya bersulih nama dari PT Askes (Persero) cuma akan berakhir di atas kertas.

"Sandi lebih retorika, normatif. Padahal, kalau DPR dikuasai Prabowo-Sandi, sangat kecil kemungkinan bisa jadi cepat (penyelesaiannya)," terang Irvan kepada CNNIndonesia.com, Senin (18/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Pasalnya, permasalahan defisit BPJS Kesehatan baru bisa selesai dengan cepat hanya melalui hibah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sementara, pembahasan antara pemerintah dan DPR terkait hal itu akan memakan waktu.

Senada dengan Irvan, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar juga pesimistis melihat target penyelesaian masalah defisit BPJS Kesehatan yang dilontarkan oleh Sandi. Ia beralasan masalah defisit BPJS Kesehatan melibatkan banyak pihak mulai dari politik anggaran pemerintah, kinerja direksi, hingga peran rumah sakit.

"Itu tidak akan mungkin (selesai) dalam 200 hari, mengatasi defisit itu bukan merupakan persoalan gampang, tetapi kompleks," ujarnya.


Alih-alih menjanjikan target waktu penyelesaian, Timboel menilai harusnya Sandi merinci upaya menurunkan defisit. Misalnya, dengan meningkatkan kepesertaan dan perbaikan kinerja direksi.

Untuk perbaikan layanan, Sandi juga bisa mengajak lebih banyak rumah sakit swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dengan dijanjikan insentif tertentu. "Sekarang rumah sakit ada 2.800, yang kerja sama baru 2.400," jelasnya.

Prinsipnya, Timboel menilai, kedua cawapres dalam debat semalam belum memberikan solusi yang konkret dan substantif terkait penyelesaian defisit BPJS Kesehatan.


Siapapun calon yang terpilih, sambung dia, harus mengoreksi cara penyelesaian defisit. Salah satu saran yang dikritisinya adalah mengurangi manfaat peserta. Padahal, yang harus dilakukan adalah meningkatkan kepesertaan dan iuran agar bisa mengimbangi pembiayaan yang dikeluarkan.

Pengamat Asuransi sekaligus mantan Dirut PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga punya keyakinan lain. Ia berpendapat bahwa masalah defisit BPJS Kesehatan bisa diselesaikan bahkan kurang dari 200 hari atau hanya 3 bulan.

"Yang penting, pemerintah jangan pelit pada rakyatnya dan berkomitmen menambah setoran Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari APBN," imbuhnya.


Sebab, jika hanya menggunakan skema talangan (bail-out) seperti yang dilakukan saat ini, ia menilai solusi tersebut ibarat upaya tambah sulam yang tidak akan bertahan.

Hotbonar mengungkapkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah mengeluarkan hasil perhitungan aktuaria, baik tentang besar iuran PBI maupun besaran iuran untuk Penerima Upaya.

"Pakai saja hasil perhitungan tersebut seperti iuran PBI yang saat ini Rp23 ribu per kepala per bulan harusnya dinaikkan menjadi Rp36 ribu per kepala per bulan," kata Hotbonar.


Konsekuensinya, beban APBN akan meningkat, tetapi hal itu akan menunjukkan komitmen pemerintah untuk menghilangkan defisit BPJS Kesehatan.

"Aktuaria dari negara lain bisa diminta menghitung kembali sebagai opini kedua. Tidak usah menunggu 200 hari, 3 bulan saja cukuplah. (Asalkan) perbaiki komposisi APBN-nya," tegas dia.

Sebagai informasi, sejak 5 tahun terbentuk, keuangan BPJS Kesehatan terus mengalami defisit. Tercatat, pada 2014, defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp3,3 triliun, 2015 sebesar Rp5,7 triliun, 2016 sebesar Rp9,7 triliun, dan 2018 diperkirakan mencapai Rp10,98 triliun.

Janji Sandiaga 'Obati' BPJS Kesehatan 200 Hari Tak RealistisInfografis masalah yang mencekik keuangan BPJS Kesehatan. (CNN Indonesia/Timothy Loen).

Untuk menutup defisit tersebut, Pemerintah melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) di mana pada 2015 pemerintah menyuntik BPJS Kesehatan Rp5 triliun, 2016 sebesar Rp6,9 triliun, 2017 sebesar Rp3,7 triliun, dan 2018 sebesar Rp10,25 triliun.

[Gambas:Video CNN]


----

Catatan redaksi: Tiga paragraf terakhir di bawah subjudul Impor Aktuaria Bukan Solusi dihapus karena terjadi kesalahan dalam mengutip ucapan narasumber. Sandiaga tidak menyatakan akan mengimpor aktuaria dari Hong Kong tapi memanggil akturia Indonesia yang tinggal di Hong Kong.

(bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER