Bahas Revisi UU Migas, DPR Tunggu Amanat Jokowi

CNN Indonesia
Kamis, 21 Mar 2019 19:26 WIB
DPR menanti Amanat Presiden Joko Widodo untuk pembahasan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo).
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menanti Amanat Presiden Joko Widodo untuk pembahasan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Tanpa masukan dari pemerintah, anggota dewan belum bisa melanjutkan pembahasan undang-undang.

"Ini mau dekat Pemilihan Umum (Pemilu). Mudah-mudahan setelah Pemilu langsung bisa dikebut dan bisa selesai di periode masa bakti sekarang. Mudah-mudahan (pembahasan) selesai tahun ini, sebelum September 2019," ujar Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy dalam Diskusi Publik 'Mencari Solusi Revitalisasi Sektor Migas di Indonesia' di Jakarta, Kamis (21/3).

Tjatur mengungkapkan usulan DPR terhadap revisi UU Migas sudah diselesaikan pada masa sidang lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Biasanya kan yang ribut DPR. Sekarang DPR sudah selesai, tinggal dari pemerintah. Mudah-mudahan setelah masa sidang Mei bisa dikebut," ujarnya.


Dalam usulan RUU Migas, Tjatur mengungkapkan ada sejumlah poin yang telah disepakati oleh anggota. Beberapa di antaranya berupa pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) yang merupakan perusahaan pelat merah untuk menangani sektor hulu migas. Badan ini bisa PT Pertamina (Persero) yang digabungkan dengan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

"Untuk di sektor hilir, bisa dari mana saja tapi diawasi oleh BPH Migas," ujarnya.

Kemudian, impor migas harus dikonsultasikan dengan BPH Migas. Namun, penentuan kuotanya ditentukan oleh pembahasan DPR dan pemerintah .

Selain itu, skema bagi hasil produksi dimasukkan dalam revisi UU Migas. Dalam hal ini bisa berupa kontrak bagi hasil gross split maupun bentuk lain yang menguntungkan.


Saat ini, skema bagi hasil produksi gross split masih diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Jika ketentuan skema gross split diatur dalam bentuk UU, investor akan semakin mendapat kepastian hukum.

Selanjutnya, RUU Migas juga akan mengatur mengenai pemungutan dana abadi energi (petroleum fund). Dana abadi tersebut berasal dari penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disisihkan untuk mengembangkan industri migas. Salah satunya untuk mencari cadangan migas baru.

Di tempat yang sama, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menilai pengesahan revisi UU Migas penting untuk bagi investor dalam hal memberikan kepastian hukum investasi.


Berly mengungkapkan lifting minyak dari tahun ke tahun kian menurun. Padahal, konsumsi masyarakat diproyeksikan kian meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan populasi.

Maka itu, Indonesia membutuhkan investasi untuk menemukan cadangan minyak baru maupun menahan laju penurunan produksi. Sebagai catatan, cadangan minyak saat ini banyak terdapat di Indonesia Timur yang membutuhkan anggaran yang besar.

"Setelah ini (RUU Migas) beres kita (Indonesia) bisa bilang kalau kita sudah memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengajak investasi masuk," ujar Berly.

[Gambas:Video CNN] (sfr/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER