Ekonomi Bisa Tumbuh 5,7 Persen Kalau Pembangunan Rendah Emisi

CNN Indonesia
Selasa, 30 Apr 2019 11:06 WIB
Kementerian PPN/Bappenas menilai pertumbuhan ekonomi 5,7 persen hanya bisa tercapai dengan menjalankan pembangunan yang berbasis lingkungan hidup.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menilai pertumbuhan ekonomi 5,7 persen sesuai target pemerintah hanya bisa tercapai dengan menjalankan pembangunan yang berbasis lingkungan hidup dengan status rendah karbon.

Hal itu disampaikan Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Medrilzam dalam lokakarya 2050 Pathways bertema 'Vision 2050: Indonesia and the Long-term Objective of the Paris Agreement' di Jakarta, Senin (29/4).

Seperti dikutip dari Antara, Medrilzam menilai daya dukung dan daya tampung lingkungan tidak akan mendukung jika pembangunan dilakukan secara business as usual (BAU). Kesimpulan itu diperoleh dari berbagai penaksiran Bappenas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Parameternya tutupan hutan terus berkurang, kelangkaan air meluas, keanekaragaman hayati semakin mengecil. Termasuk persoalan energi, juga energi baru terbarukan tidak naik signifikan jumlahnya kita akan kena krisis energi mengingat 'demand' energi semakin tinggi. Ujung-ujungnya bergantung pada batu bara, padahal ada batasannya," ungkap Medrilzam seperti dikutip Antara, Selasa (30/4).


Pada akhirnya, semua komponen itu akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ekonomi makro menghitung daya dukung dan daya tampung. Pada akhienya akan sulit jika transformasi besar tidak dilakukan.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi bukan meningkat ke angka 5,7 persen tetapi hanya 4,3 persen.

"Ini tidak diinginkan, makanya Inisiatif rendah karbon diperkenalkan. Kebijakan yang masih 'brown' harus sudah 'green', sehingga harapannya grafik naik ke atas," katanya.

Jika masih memakai pola perencanaan sekarang, kata dia, target pertumbuhan ekonomi hijau akan sulit tercapai. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan daya dukung dan daya tampung, emisi gas rumah kaca.


Khusus emisi, Indonesia menargetkan menurunkan emisi dan intensitas emisi. Penurunan emisi tidak boleh mengganggu ekonomi dan Produk Domestik Bruto (PDB). Kebijakan yang perlu didorong ialah efisiensi energi dan pengembangan energi baru terbarukan.

"Saat ini energi baru terbarukan baru mencapai sekitar delapan persen, butuh 'quantum leap' untuk bisa mencapai target 23 persen energi baru terbarukan dari total target 'energy mix' di 2023," tutur dia.

Jika deforestasi masih terjadi dan pengelolaan lahan gambut tidak beres, Medrilzam mengatakan target penurunan emisi gas rumah kaca 29 persen pada 2030 sesuai dalam dokumen Komitmen Kontribusi Nasional juga tidak akan tercapai.

[Gambas:Video CNN] (antara/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER