Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (
BI) akan menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (
GWM) kepada perbankan sebesar 50 bps mulai 1 Juli 2019 mendatang. Melalui penurunan GWM tersebut, bank diperkirakan akan memiliki tambahan
likuiditas sebesar Rp25 triliun yang bisa disalurkan menjadi kredit.
GWM merupakan simpanan minimum perbankan yang ditempatkan di dalam rekening giro yang dikelola BI. Semakin rendah rasio GWM, maka bank memiliki ruang terbuka untuk menyalurkan kredit.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan rasio GWM akan diturunkan sebesar 50 basis poin. Dengan demikian, nantinya bank konvensional wajib menempatkan GWM sebesar 6 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), turun dari saat ini 6,5 persen. Sementara kewajiban bank syariah menempatkan GWM turun dari 5 persen saat ini menjadi 4,5 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara GWM rerata pada bank konvensional dan syariah masih tetap sebesar 3 persen," ujar Perry di Gedung BI, Kamis (20/6).
Perry mengatakan kebijakan ini ditempuh BI guna mendorong pertumbuhan kredit tanpa mengganggu sistem keuangan. Dengan kata lain, pertumbuhan kredit masih terbuka lebar tanpa melalui transmisi penurunan suku bunga acuan.
Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini, BI masih menahan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) di angka 6 persen.
"Siklus kredit yang berada di bawah level optimum dan terdapatnya potensi peningkatan kredit memungkinkan berlanjutnya kebijakan makroprudensial akomodatif," tutur dia.
Dengan kebijakan ini, ia berharap ada tambahan likuiditas perbankan sebanyak Rp25 triliun yang bisa disalurkan menjadi kredit. Kemudian, kebijakan ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan kredit mendekati 12 persen di akhir tahun ini.
Pada April 2018, pertumbuhan kredit perbankan tercatat 11,1 persen secara tahunan atau melambat dibandingkan bulan lalu yakni 11,5 persen. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada April tercatat 6,6 persen atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan Maret yakni 7,2 persen.
"Yang kami perhatikan adalah efek berlipat dari penambahan likuditas tersebut, sehingga pertumbuhan ekonomi masih bisa terjaga," ujar dia.
Untuk mendorong likuiditas, sebelumnya BI juga telah menaikkan rasio intermediasi perbankan (RIM) dari saat ini yang hanya 80 persen hingga 92 persen menjadi 84 hingga 94 persen. Rencananya, kebijakan ini juga akan berlaku 1 Juli 2019 mendatang.
Likuiditas Pas-pasan
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiatmadja mengaku kondisi likuiditas perbankan saat ini memang cenderung ketat. Hal ini terlihat dari loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang berada di kisaran 94 persen.
"Likuiditas bank pas-pasan, LDR (industri) 94 persen. Memang paling gampang (kebijakan untuk melonggarkan likuiditas) adalah menurunkan GWM," terang Jahja.
Ia menjelaskan penting bagi BI memastikan kondisi likuiditas terjaga. Jika kondisi likuiditas memadai, menurut dia, kebijakan bunga acuan BI bakal lebih efektif.
Jahja sebelumnya telah memperkirakan BI bakal menahan bunga acuan lantaran sejumlah kondisi, salah satunya terkait masih ada ketidakpastian politik di dalam negeri. Namun, ia memperkirakan BI bakal memangkas bunga acuan pada bulan depan.
[Gambas:Video CNN]Sementara Direktur Utama PT Bank Mayapada Tbk Hariyono menjelaskan penurunan GWM tentu akan melonggarkan likuiditas perbankan. Saat ini, menurut dia, kondisi likuiditas perbankan memang cenderung ketat.
"Karena likuiditas lebih longgar, bisa saja penyaluran kredit lebih tinggi," jelasnya.
(glh/agi)