Majalengka, CNN Indonesia --
Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) yang terletak di
Kertajati, Majalengka memang baru beroperasi selama satu tahun. Selama itu pula, lapangan udara kerap 'dicibir' karena penerbangan yang minim dan pengunjung yang sepi ke sudut wilayah Jawa Barat tersebut.
Meski kerap dituding sepi, keberadaan Bandara Kertajati itu nyatanya tetap memberi dampak ekonomi bagi warga sekitar, terutama bagi pelaku usaha kuliner setempat.
Mino, contohnya. Pria berusia 53 tahun ini mengaku dagangan baksonya makin laris selama setahun terakhir. Selama hampir tiga tahun berjualan bakso, ia mengatakan omzetnya kian naik setelah kehadiran Bandara Kertajati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, omzet yang diraih secara harian tak seberapa, meski ia tak menyebut nominal pastinya. Namun, setelah munculnya bandara, ia menyebut rata-rata omzet bisa mencapai Rp900 ribu per hari.
"Bahkan omzet saya per hari bisa menembus di atas Rp1 juta dalam sehari," jelas Mino kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (26/6).
Menurut dia, sebagian besar pelanggannya adalah pegawai yang sehari-harinya bekerja di Bandara Kertajati. Bahkan, tak jarang pelanggan Mino adalah warga sekitar yang sering menjadikan Bandara Kertajati sebagai sarana rekreasi.
Maraknya pembeli ke lapak Mino pun tak lepas dari lokasi dagangannya yang berada di pertigaan lampu lalu lintas menuju Bandara Kertajati.
"Saat ini, penduduk Majalengka banyak yang menjadikan Bandara Kertajati sebagai tempat rekreasi. Ke sana mungkin hanya mampir dan foto-foto, nah pulangnya mampir makan bakso di sini," jelas dia.
Hanya saja menurutnya, keuntungan dari kegiatan berdagang bakso memang selalu tak menentu. Pria asal Solo ini masih tetap tak bisa memprediksi hari ramai dan hari sepi. Kadang, omzet berjualan hari ini bisa lebih kecil dibanding kemarin, meski tokonya buka dengan jadwal yang sama yakni antara jam 10.00 hingga 20.30 WIB.
Maka itu, ia berharap bahwa perpindahan sebagian besar penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara ke Bandara Kertajati bisa membuat pendapatannya lebih stabil.
"Kalau yang datang banyak, bandara jadi ramai, dan saya juga berharap usaha saya juga bisa lebih lancar. Jadinya kan sama-sama enak," terang Mino.
Setali tiga uang, usaha ayam goreng milik Teti (26) juga moncer setelah ada pembangunan bandara baru. Meski memang, ia baru menjalani usahanya sejak Desember silam, sehingga ia tidak bisa membandingkan omzet sebelum bandara itu beroperasi.
"Enam bulan berjualan, alhamdulilah usaha saya berkembang dengan baik. Dalam sehari, bisa dapat omzet mencapai Rp1 juta," terang dia.
Menurut Teti, kehadiran Bandara Kertajati tentu membuka peluang ekonomi yang lebar bagi penduduk sekitar. Ia kemudian berkaca pada pengalaman dirinya sejauh ini.
Teti berkisah, sebelum berjualan ayam goreng, dirinya bekerja di Unit Manajemen Proyek (UMP) Bandara Kertajati selama lima tahun lamanya. Hanya saja, kontrak Teti diputus lantaran pengelola Bandara Kertajati, PT Bandara Internasional Jawa Barat, belum melakukan pembangunan proyek tambahan.
Setelah tak bekerja lagi, Teti melihat peluang bahwa ekonomi akan bergeliat dengan kehadiran bandara baru. Akhirnya, ia memutuskan untuk membuka gerai ayam goreng tepung yang umum dikenal dengan istilah fried chicken.
"Tentu ada perbedaan signifikan. Dulu, saya di sana kerja di tempat orang lain, sehingga saya harus menuruti aturan mereka. Sementara, kini saya punya gerai sendiri. Tentu ada perbedaan yang mencolok juga dari sisi penghasilan," ujar Teti.
Kini, usaha Teti kian laris manis setelah berhasil melakukan kerja sama dengan manajemen Bandara Kertajati. Terkadang, manajemen sering memesan makanannya dalam partai banyak untuk berbagai acara, baik secara internal korporasi maupun eksternal.
Ia mengaku sudah cukup gembira dengan capaian ini meski pesanan besar tidak datang setiap hari. Sebab, ia menilai kerja sama dengan manajemen bukan sekadar upaya mempertebal kantong, namun juga memperluas koneksi rekan-rekan pelaku usaha mikro lainnya.
Teti mengatakan dia tidak sendirian dalam menjalani bisnis kuliner di tempat tinggalnya. Masih banyak pelaku usaha kuliner skala kecil lain mulai dari jasa katering hingga kudapan (snack) kotak.
Bahkan, ia menganggap kualitas produk mereka tak kalah dengan produsen makanan-makanan kelas kakap. Hanya saja, mereka juga membutuhkan akses pasar. Maka itu, setiap mendapatkan pesanan makanan dari bandara, Teti tak lupa mempromosikan usaha yang digeluti rekan-rekannya yang lain.
"Jadi kalau misalnya mereka (manajemen bandara) butuh snack, saya bisa kasih tahu pesannya harus ke siapa. Kalau mereka butuh katering, saya juga bisa merekomendasikan rekan saya. Kami di sini tak pernah mementingkan diri sendiri, di sini kami berbagi agar semua orang bisa merasakan rezeki," pungkas Teti.
[Gambas:Video CNN] (lav)