Proyek Kontroversial, Krakatau Steel Pilih Uji Coba Pabrik

CNN Indonesia
Rabu, 24 Jul 2019 20:02 WIB
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memilih untuk meneruskan uji coba operasional pabrik blast furnace yang baru rampung pada 2019.
Ilustrasi Pabrik Krakatau Steel. (www.krakatausteel.com).
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memilih untuk meneruskan uji coba operasional pabrik blast furnace yang baru rampung pada 2019. Hal ini demi menentukan bahwa proyek tersebut benar-benar menyebabkan kerugian atau justru menghasilkan manfaat bagi perusahaan.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan proses uji coba sudah berlangsung dan akan diteruskan dalam dua bulan ke depan. Pengujian berlangsung dalam beberapa tahap, sampai akhirnya perusahaan mendapat kesimpulan terkait manfaat pabrik tersebut, meski tak merinci tahapan yang dimaksud.

"Sejauh ini saya belum bisa menanggapi suatu hal (kerugian) yang belum terbukti. Nanti kami akan lihat perkembangannya," ujar Silmy kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika memang proyek tersebut benar-benar menyebabkan kerugian, ia juga enggan memastikan bahwa perusahaan akan menghentikan proyek tersebut. Namun, Silmy hanya berharap uji coba bisa berjalan baik dan biaya produksi tetap sejalan dengan rencana awal.


Selanjutnya, jika seluruhnya berjalan baik, ia berharap pabrik ini bisa langsung beroperasi dengan kapasitas penuh. Sesuai dengan perencanaan perusahaan, pabrik blast furnace ini bisa memproduksi 1,2 juta ton hot metal setiap tahun.

"Harusnya memang bisa dilakukan (kapasitas penuh) tahun ini, tapi kami lihat perkembangannya," kata Silmy.

Sebelumnya, keinginan manajemen untuk meneruskan operasional pabrik blast furnace sempat membuat Komisaris Krakatau Steel Roy Maningkas mundur dari jabatannya.

Menurut pengakuannya, pembangunan pabrik ini hanya akan mendatangkan kerugian bagi Krakatau Steel hingga Rp1,2 triliun per tahun. Hal tersebut didasarkan pada produksi sebanyak 1,1 juta ton per tahun dan Harga Pokok Produksi (HPP) sebesar US$8,06 per ton.


Tak hanya itu, ia juga mengendus keganjilan di dalam proyek ini. Sebab, pabrik itu rencananya hanya akan beroperasi dua bulan saja sebelum ditidurkan lagi dalam jangka waktu yang tak tentu. Ini justru disebutnya akan menimbulkan kerusakan mesin.

Terlebih, proyek ini juga mundur 72 bulan dan mengalami pembengkakan biaya investasi dari Rp7 triliun menjadi Rp10 triliun. Untuk itu, Roy mengaku telah memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) kepada direksi dan Kementerian BUMN, hanya saja pendapatanya tak pernah digubris.

"Jadi saya akhirnya 11 Juli mengajukan surat permohonan diri dari komisaris Krakatau Steel. Di dalam Whatsapp yang disampaikan oleh Deputi BUMN Fajar Harry Sampoerno, Bu Menteri BUMN mengatakan beliau tidak puas dengan dissenting opinion tersebut," kata Roy.

[Gambas:Video CNN] (glh/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER