Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom menilai kasus Pemutusan Hubungan Kerja (
PHK) tidak berkorelasi dengan lesunya kondisi ekonomi secara keseluruhan, melainkan hanya mengindikasikan permasalahan masing-masing
perusahaan.
"Bukan persoalan secara keseluruhan di mana perekonomian kita mengalami
slowing down (melemah) secara umum kemudian menyebabkan perusahaan melakukan PHK, tidak," kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam, Selasa (30/7).
Ia juga tidak khawatir bahwa banyaknya kasus PHK akan melemahkan konsumsi masyarakat sehingga mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Pasalnya, ia meyakini korban PHK akan beralih pada pekerjaan baru, sehingga mereka masih bisa menghasilkan pendapatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kondisinya bukan terjadi secara umum, maka PHK yang disini diserap di perusahaan lain," katanya.
Pernyataan Piter diamini oleh Ekonom CORE Ahmad Akbar Susamto. Menurut dia, meskipun ada pekerjaan yang hilang, namun pada saat yang bersamaan bakal tumbuh lapangan pekerjaan baru.
"Kalau mau baca keseluruhan harus pakai data agregat. Tidak bisa dilihat satu-satu perusahaan," katanya.
Ia menambahkan kasus PHK tidak serta merta menambah jumlah pengangguran. Pasalnya, karyawan tersebut bisa berpindah kepada pekerjaan baru. Tak hanya sektor formal, mereka bisa alih pekerjaan kepada sektor informal.
Optimisme ini didasari oleh Data Badan Pusat statistik (BPS) yang memaparkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun menjadi 5,01 persen setara 6,82 juta orang pada Februari 2019. Angka itu juga sekaligus menjadi TPT terendah sejak 2005 untuk data Februari. Tingkat ini turun dari sebelumnya 5,13 persen pada Februari 2018.
"Apakah itu (PHK) identik dengan pengangguran? Belum tentu. Karena bisa jadi orang pindah ke tempat lain," imbuhnya.
Lebih lanjut, persentase tenaga kerja pada sektor formal naik dari 41,78 persen pada Februari 2018 menjadi 42,73 persen pada Februari 2019. Namun, sektor informal lebih mendominasi sebesar 57,27 persen pada Februari 2019. Angka ini lebih rendah dari periode tahun lalu sebesar 58,22 persen.
Sebagai informasi, kasus PHK mencuat dalam beberapa waktu terakhir. Terbaru, Nissan Motor Indonesia (NMI) membenarkan bahwa keputusan Nissan Motor Co, induk usahanya, melakukan PHK akan dialami karyawan perusahaan di Indonesia.
Perusahaan akan memangkas jumlah karyawannya di seluruh dunia mencapai 12.500 orang. Namun, manajemen enggan menyebut jumlah karyawan yang akan terkena PHK di Indonesia.
[Gambas:Video CNN]
Sebelumnya, PT Krakatau Steel Tbk juga melakukan efisiensi kepada karyawan outsourcing alias pekerja kontrak. Perusahaan baja plat merah itu tidak akan memperpanjang kontrak dengan perusahaan penyedia jasa tenaga outsourcing.
(ulf/lav)