Jakarta, CNN Indonesia -- PT
Astra International Tbk (ASII) mencatatkan
laba bersih sebesar Rp9,8 triliun atau merosot 6 persen dari Rp10,38 triliun pada semester I 2019. Laba bersih ditopang oleh pendapatan yang hanya naik tipis 3 persen dari Rp112,55 triliun menjadi 116,18 triliun
Direktur Utama Astra International Prijono Sugiarto mengatakan penurunan kinerja Astra Grup pada paruh pertama 2019 ini disebabkan oleh lesunya konsumsi domestik dan tren penurunan harga-harga komoditas. Imbasnya, kinerja lini bisnis otomotif dan agribisnis tertekan.
"Penurunan laba terutama disebabkan penurunan kontribusi dari divisi otomotif dan agribisnis," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (31/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara rinci, laba bersih segmen otomotif turun 18 persen dari Rp4,21 triliun menjadi Rp3,45 triliun. Ini dipicu oleh penurunan volume penjualan mobil dan peningkatan biaya material pada aktivitas manufaktur.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil Astra turun 6 persen menjadi 253.000 unit. Penjualan mobil nasional turun lebih tajam sebesar 13 persen menjadi 482.000 unit.
Namun, penurunan penjualan mobil tak diikuti oleh sepeda motor. Kementerian Perindustrian mencatat penjualan sepeda motor Honda Astra justru meningkat 8 persen menjadi 2,4 juta unit. Sementara itu, penjualan sepeda motor nasional meningkat 7 persen menjadi 3,2 juta unit.
Kinerja segmen agribisnis nyatanya jauh lebih tertekan dengan penurunan laba sebesar 94 persen dari Rp625 miliar menjadi hanya Rp35 miliar.
Entitas anak Astra International di bidang agribisnis, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) melaporkan penurunan laba sebesar 94 persen menjadi Rp44 miliar. Koreksi laba dipicu penurunah harga minyak kelapa sawit (CPO). Tercatat, harga rata-rata minyak kelapa sawit melemah sebesar 18 persen menjadi Rp6.441 per kilogram (Kg) dibandingkan dengan semester I 2018.
Selain dua segmen bisnis tersebut, sektor teknologi informasi dan properti Astra Grup juga mencatatkan penurunan laba. Segmen teknologi informasi labanya turun sebesar 35 persen dari Rp68 miliar menjadi Rp44 miliar.
Laba PT Astra Graphia Tbk (ASGR) turun sebesar 35 persen menjadi Rp57 miliar karena penurunan pendapatan bisnis solusi TI dan layanan perkantoran, serta meningkatnya biaya operasi.
Tak jauh berbeda, laba segmen properti turun 33 persen dari Rp48 miliar menjadi Rp32 miliar. Ini disebabkan berkurangnya pengakuan laba dari pengembangan proyek Anandamaya Residences yang rampung pada tahun 2018.
Penyelamat Kinerja Astra InternationalPrijono melanjutkan Astra Grup diuntungkan oleh peningkatan kinerja bisnis jasa keuangan dan kontribusi dari tambang emas yang baru diakuisisi.
"Prospek hingga akhir tahun ini masih menantang karena kondisi-kondisi tersebut dapat berlanjut," katanya.
Terpantau, laba segmen jasa keuangan melonjak sebesar 32 persen dari Rp2,14 triliun menjadi Rp2,81 triliun. Kinerja moncer ini ditopang pemulihan kredit bermasalah, provisi kerugian kredit yang lebih rendah, dan portofolio pembiayaan yang lebih besar.
Tercatat pembiayaan konsumen meningkat sebesar 6 persen menjadi Rp42,1 triliun. Sementara itu, PT Bank Permata Tbk (BNLI) berhasil meraup pertumbuhan laba bersih sebesar 146 persen menjadi Rp711 miliar karena pemulihan kredit bermasalah.
Sedangkan operasional tambang emas menyumbang pertumbuhan laba pada sektor alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi sebesar 2 persen dari Rp3,28 triliun menjadi Rp3,33 triliun. PT United Tractors Tbk (UNTR) mengantongi kenaikan laba bersih sebesar 2 persen menjadi Rp5,6 triliun.
Lini bisnis infrastruktur dan logistik juga menyumbang lonjakan pertumbuhan laba sebesar 1.975 persen dari Rp4 miliar menjadi Rp83 miliar. Meroketnya laba ditopang dari pendapatan jalan-jalan tol yang telah beroperasi.
[Gambas:Video CNN]Astra Grup tercatat memiliki saham di 339 kilometer (Km) ruas tol Trans-Jawa yang sudah beroperasi. Astra Grup juga menggenggam saham pada 11 Km ruas jalan tol yang masih dalam proses konstruksi.
(ulf/lav)