Defisit Transaksi Berjalan Bengkak, BI Salahkan Laju Ekonomi

CNN Indonesia
Jumat, 09 Agu 2019 20:21 WIB
Bank Indonesia mengatakan pertumbuhan ekonomi yang melambat antar kuartal menyebabkan rasio defisit transaksi berjalan pada kuartal II juga ikut membengkak.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengatakan pertumbuhan ekonomi yang melambat antar kuartal menyebabkan rasio defisit transaksi berjalan pada kuartal II juga ikut membengkak.

Pada kuartal II kemarin, defisit transaksi berjalan di angka 3,04 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau melebar dibanding kuartal sebelumnya 2,6 persen terhadap PDB.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan sejatinya pelebaran defisit transaksi berjalan secara nominal dari kuartal I ke kuartal II tahun ini lebih kecil dibanding tahun lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun ini, pelebaran defisit transaksi berjalan dari kuartal I ke kuartal II hanya sebesar 21,2 persen, atau US$1,48 miliar. Angka ini memang lebih kecil dibanding tahun lalu yang sebesar US$2,76 miliar atau 53,18 persen.


Hanya saja, pertumbuhan PDB secara nominal di kuartal II sebanyak Rp2.735,2 triliun hanya tumbuh 4,19 persen dibanding kuartal lalu sebesar Rp2.625,1 triliun. Pertumbuhan PDB antar triuwlan ini melambat dibanding tahun lalu yang mencapai 4,21 persen.

Perhitungan rasio defisit transaksi berjalan dihitung dengan membagi nominal defisit transaksi berjalan dengan PDB. Jika pertumbuhan defisit transaksi berjalan lebih cepat dibanding pertumbuhan PDB, maka sudah pasti rasionya akan membengkak.

"Jadi realisasi PDB yang lebih rendah ini membuat rasio defisit transaksi berjalan di kuartal II ini lebih tinggi. Hal ini pun sebenarnya sesuai dengan prediksi kami," jelas Perry, Jumat (9/8).

Meski demikian, ia mengakui bahwa kinerja transaksi berjalan pun cukup tertekan akibat situasi eksternal. Perang dagang antara AS dan China yang seolah tak ada hentinya mempengaruhi kinerja perdagangan.


Risiko perang dagang kian menguat setelah AS menambah tarif impor 10 persen bagi barang impor China dan dibalas dengan devaluasi yuan oleh China.

Untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, maka pemerintah harus intensif melakukan ekspor ke AS. Khususnya, produk-produk substitusi China yang selama ini diekspor ke AS.

"Harus juga menangkap peluang relokasi investasi dari China ke Indonesia. Ini penting sebagai peluang Penanaman Modal Asing (PMA)," jelas dia.


Meski defisit transaksi berjalan kuartal II melebar, namun ia memprediksi defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun masih sesuai target yakni 2,5 persen hingga 3 persen dari PDB. Bahkan, angkanya bisa lebih rendah dibanding tahun kemarin yakni 2,98 persen dari PDB.

"Kami optimistis bisa di angka 2,8 persen dari PDB," jelas dia. (glh/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER