Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom meramal target
defisit anggaran negara tahun depan bakal sulit tercapai. Sebelumnya, pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar Rp307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (
RAPBN) 2020.
"Dengan kondisi global yang cukup sulit, disertai kondisi domestik yang melemah (terutama pada penerimaan pajak), defisit 1,76 persen akan terlewati," ujar Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan dalam Diskusi Online Indef, Jumat (16/8).
Terlebih, harga minyak tahun depan diperkirakan tidak begitu tinggi. Sebagai gambaran, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada RAPBN 2020 sebesar US$65 per barel atau lebih rendah dari asumsi tahun ini US$70 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penerimaan pajak diperkirakan tidak akan tercapai (shortfall) dari targetnya Rp1.636,9 triliun. Konsekuensinya pemerintah harus mencetak utang baru dan menambah beban APBN.
Kendati demikian, menurut Abdul, pemerintah memang perlu mematok defisit fiskal yang rendah di awal rencana. Hal itu dilakukan agar memberikan sinyal yang baik bagi pasar.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Indef M Rizal Taufikurahman menambahkan untuk mencapai target defisit tahun depan, pemerintah perlu berusaha keras mendorong perekonomian dari sisi, permintaan (konsumsi) dan penawaran (produksi).
"Jika dorongan demand (konsumsi) saja yang lebih kuat dibandingkan pasokan (produksi) nya maka target (defisit) ini tidak mudah tercapai," ujar Rizal.
Menurut Rizal, hambatan perekonomian tahun depan kian besar, terutama pengaruh dari gejolak ekonomi global yang tak terkendali.
"Apalagi kalau dilihat dari asumsi-asumsi lainnya, yang sangat rentan dan sensitif terhadap kondisi ekonomi global," ujarnya.
Seyogyanya, lanjut Rizal, kebijakan fiskal pemerintah diarahkan untuk mendorong pertumbuhan sektor industri yang memiliki efek berganda (multiplier effeci) dan nilai tambah yang tinggi.
"Selain itu, kebijakan moneter yang ekspansif juga, melalui penurunan suku bunga yang efektif, dengan sinergitas yang baik akan memberikan solusi dalam memperkecil resiko munculnya permasalahan ekonomi baru," jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah berencana menganggarkan belanja negara mencapai Rp2.528,8 triliun dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2020. Angka itu melonjak 2,75 persen atau Rp67,7 triliun dari APBN 2019 yang tercatat hanya Rp2.461,1 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan nilai belanja negara tercatat 14,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kepala Negara mengklaim belanja negara akan digunakan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM), dan melanjutkan program perlindungan sosial untuk menjawab tantangan demografi.
[Gambas:Video CNN]
"Belanja juga ditujukan untuk meningkatkan investasi dan ekspor," ujar Jokowi dalam Pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN 2020 dan Nota Keuangan di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (16/8).
Di sisi lain, pendapatan negara dan hibah diharapkan sebesar Rp2.221,5 triliun. Angka itu naik Rp56,4 triliun atau 2,6 persen dari target penerimaan tahun ini yang sebesar Rp2.165,1 triliun.
Mengacu pada karakter kebijakan fiskal yang ekspansif, lanjut dia, maka defisit anggaran 2020 direncanakan sebesar Rp307,2 triliun atau 1,76 persen terhadap PDB. Padahal, defisit anggaran 2019 ditargetkan hanya Rp296 triliun, meski secara persentase angkanya lebih tinggi, yakni 1,84 persen terhadap PDB.
(sfr/lav)