Ekonom Ramal Target Pertumbuhan Ekonomi Meleset di 2020
CNN Indonesia
Jumat, 16 Agu 2019 19:01 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan perekonomian 2020 tidak jauh lebih baik dari tahun ini. Konsekuensi dari ramalan tersebut, target pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2020 yang dipatok 5,3 persen kemungkinan tidak akan tergapai.
Peneliti Indef M Rizal Taufikurahman mengungkapkan target ekonomi tahun depan yang sama dengan tahun ini menunjukkan geliat perekonomian Indonesia relatif stagnan.
"Apalagi, target pertumbuhan ekonomi yang berada pada tingkat 5,3 persen dengan mengandalkan konsumsi dan investasi sebagai motor penggerak utamanya," ujar Rizal dalam Diskusi Indef, Jumat (16/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rizal mengingatkan konsumsi dan investasi sepanjang paruh pertama tahun ini belum memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi belum membaik. Hal itu tercermin dari investasi yang belum memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2019.
Sesuai data Badan Pusat Statistik, Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikator investasi tercatat hanya tumbuh 5,01 persen. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dari periode sama tahun lalu yang masih bisa mencapai 5,85 persen.
Bahkan, realisasi pertumbuhan investasi di bawah pertumbuhan ekonomi. "Ini sangat mengkhawatirkan," jelasnya.
Adapun porsi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi April-Juni 2019 tercatat 31,25 persen, naik tipis dari kuartal II 2019 31,13 persen.
Ungkapan senada juga dilontarkan Peneliti Indef Abdul Manap Pulungan. Sepanjang dua kuartal terakhir saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,27 persen yang terjadi pada tiga bulan pertama tahun ini.
"Apalagi saat global yang semakin berat, (target pertumbuhan ekonomi) 5,3 persen sulit tercapai," ujarnya.
[Gambas:Video CNN] Sebagai negara berkembang, sambung ia, Indonesia harus tumbuh tinggi agar tidak terjebak pada jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).
"Namun, kondisi itu cukup sulit, seiring dengan menurunnya peranan sektor-sektor padat karya seperti pertanian, tambang, dan industri pengolahan," ujarnya.(sfr/agt)