Jakarta, CNN Indonesia -- BPJS Watch mengatakan nominal kenaikan
iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (
BPJS) Kesehatan yang diusulkan Menteri Keuangan
Sri Mulyani terlalu berlebihan. Jika iuran dipatok terlalu mahal, maka BPJS Kesehatan akan didera masalah keuangan yang lebih parah.
Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut iuran yang kian mahal membuat orang malas untuk membayar iuran BPJS Kesehatan per bulannya. Apalagi, kenaikan iuran itu tidak disertai dengan jaminan pelayanan kesehatan yang mumpuni.
"Selama ini, banyak keluhan terkait pelayanan manfaat kesehatan BPJS. Jika iuran ini dinaikkan, ada kecenderungan masyarakat malah kian malas membayar. Tentu orang maklum jika kenaikan iuran disertai dengan perbaikan manfaat, tapi sampai sekarang belum ada jaminannya," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (27/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika masyarakat enggan bayar iuran, maka hasilnya adalah tingkat kepatuhan iuran atau kolektibilitas menurun. Ujung-ujungnya, penerimaan iuran BPJS Kesehatan kian susut dan tak mampu menambal defisit arus kas yang didera selama bertahun-tahun.
"Jangan pikir dengan kenaikan iuran fantastis, defisit selesai begitu saja. Pikirkan lagi dampaknya secara jangka panjang," terang Timboel.
Sejatinya, kenaikan iuran merupakan kewajiban yang perlu dilakukan setiap dua tahun sekali. Hal ini tercantum di dalam pasal 16i Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Hanya saja, kenaikan tersebut perlu dilakukan secara bertahap dan mempertimbangkan beberapa hal. Untuk kenaikan iuran Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas II dan kelas III, pertimbangan utamanya harus berdasarkan pada kemampuan untuk membayar dan daya beli masyarakat.
Sementara itu, kenaikan iuran kelas I harus didasarkan pada survei kemauan masyarakat untuk membayar.
"Dinaikkan itu perlu, tapi angkanya harus bijak. Jangan sampai semangatnya menutup defisit, tapi jatuhnya malah muncul (masalah) kolektibilitas karena masyarakat tak mau bayar," tegas Timboel.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengusulkan iuran BPJS Kesehatan kelas mandiri I naik 100 persen mulai 1 Januari 2020 mendatang. Artinya, peserta harus membayar Rp160 ribu per bulan dari saat ini yang hanya dikenakan Rp80 ribu per bulan.
Kemudian, peserta kelas mandiri II diusulkan naik Rp59 ribu per bulan menjadi Rp110 ribu dari posisi sekarang sebesar Rp51 ribu per bulan. Sementara, peserta kelas mandiri III naik Rp16.500 dari Rp25.500 per bulan menjadi Rp42 ribu per peserta.
Sri Mulyani mengatakan kenaikan iuran ini akan membuat kinerja BPJS Kesehatan semakin sehat. Setidaknya, lembaga itu bisa surplus sebesar Rp17,2 triliun. "
Nah, surplus itu bisa menutup defisit pada 2019. Pada tahun ini prediksi defisitnya Rp14 triliun. Sudah ditutup pun masih surplus," tandasnya.
[Gambas:Video CNN] (glh/bir)