Jakarta, CNN Indonesia -- Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengisyaratkan kenaikan
cukai rokok akan membuat pasar dibanjiri
rokok ilegal. Apalagi, kenaikan cukai rokok mencapai 10 persen pada tahun depan.
Ketua Media Center AMTI Hananto Wibisono mengakui kebijakan menaikkan cukai rokok selama ini dibarengi dengan banjirnya peredaran rokok ilegal. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok menurunkan volume produksi rokok legal. Tentu, kondisi ini akan merugikan banyak pihak.
"Jika rokok ilegal semakin marajalela, maka semua pihak akan dirugikan, yaitu pabrikan rokok legal, para pekerjanya, serta para petani tembaku dan cengkeh. Pemerintah juga dirugikan karena rokok illegal tidak membayar cukai," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karenanya, lebih lanjut Hananto menuturkan kebijakan menaikkan cukai rokok harus mempertimbangkan aspek keberlangsungan pasar dan tenaga kerja sektor industri hasil tembakau.
Misalnya, dengan menaikkan cukai setara dengan target kenaikan inflasi tahun ini yang berkisar 3,5 persen.
"Bila kenaikan cukai hasil tembakau terlalu jauh dari angka inflasi akan berakibat pada industri SKT (sigaret kretek tangan), di mana akan berdampak pada kelangsungan tenaga kerja, mengingat SKT merupakan industri padat karya," tutur Hananto.
Toh, bisnis industri tembakau di dalam negeri saat ini sudah beranjak naik setelah tiga tahun terakhir melorot. Sekadar informasi, periode 2016-2018, produksi tembakau turun dari 340 miliar batang menjadi 333 miliar batang, hingga turun lagi 7 persen pada 2018.
Selain itu, ia menegaskan kenaikan cukai rokok tidak akan signifikan mengerek kantong penerimaan pemerintah. Sebab, kenaikan cukai rokok akan diikuti dengan lesunya industri tembakau di Indonesia.
"Belajar dari pengalaman 2016, target pendapatan dari cukai tembakau tidak akan tercapai, malah akan berimbas lesunya industri hasil tembakau," imbuh dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan pemerintah akan menaikkan tarif cukai rokok sampai lebih dari 10 persen pada tahun depan. Namun, angka tersebut belum final karena masih terus dibahas oleh pemerintah dan DPR.
Heru menjelaskan kenaikan harus dilakukan karena pemerintah dan lembaga legislatif sudah menyepakati target penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 9 persen dalam RAPBN 2020. Kesepakatan muncul dari hasil komunikasi dengan Banggar DPR beberapa waktu lalu.
Pertumbuhan penerimaan CHT pada tahun depan itu sejatinya lebih tinggi dibandingkan usulan DJBC yang hanya sebesar 8,2 persen. Formula usulan berasal dari angka inflasi sebesar 3 persen dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,2 persen.
[Gambas:Video CNN]"Kenaikan target penerimaan berdampak pada kenaikan tarif (cukai rokok) dan itu akan ditentukan segera dalam Peraturan Menteri Keuangan," katanya.
Bersamaan dengan harapan pertumbuhan penerimaan CHT pada tahun depan, maka DJBC pun merancang strategi untuk mengoptimalkan pendapatan kantong cukai. Selain dari kenaikan tarif cukai rokok, target penerimaan CHT juga akan dikejar dengan melakukan pengawasan dan penindakan yang lebih ketat pada tahun depan.
Tujuannya, supaya peredaran rokok ilegal yang tidak menyertakan pita cukai, bisa dikurangi. Menurutnya, bila peredaran rokok ilegal berkurang, maka masyarakat akan lebih memilih rokok legal dan memberi kontribusi penerimaan cukai kepada negara.
(sas/bir)