Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar
rupiah berada di posisi Rp14.038 per
dolar AS pada perdagangan pasar spot Jumat sore (1/11). Posisi ini menguat 4 poin atau 0,03 persen dari Rp14.042 per dolar AS pada Kamis sore (31/10).
Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.066 per dolar AS atau melemah dari kemarin di Rp14.008 per dolar AS.
Bersama rupiah, beberapa mata uang Asia turut menguat dari dolar AS pada sore ini. Ringgit Malaysia menguat 0,33 persen, peso Filipina 0,28 persen, dan dolar Singapura 0,15 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, rupee India 0,04 persen, yen Jepang 0,02 persen, dan yuan China 0,02 persen. Sementara, baht Thailand stagnan serta dolar Hong Kong dan won Korea Selatan masing-masing melemah 0,01 persen dan 0,16 persen.
Begitu pula dengan mata uang negara maju. Rubel Rusia menguat 0,19 persen dari dolar AS, poundsterling Inggris 0,13 persen, dolar Australia 0,09 persen, dolar Kanada 0,05 persen, dan euro Eropa 0,02 persen. Hanya franc Swiss yang melemah 0,01 persen.
Analis sekaligus Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan rupiah terjadi karena ketidakpastian meningkat di pasar dunia. Sentimen utama datang dari kabar penolakan China untuk menandatangani kesepakatan dagang dengan AS.
Ini terjadi karena sebagian pejabat Negeri Tirai Bambu tidak percaya dengan sifat impulsif dari Presiden AS Donald Trump. Kendati demikian, Trump baru saja mengumumkan AS dan China akan mencari tempat baru untuk pertemuan kedua pimipinan negara setelah Chili membatalkan pertemuan kerja sama ekonomi Asia Pasifik.
"Hal ini membuat rupiah yang sempat melemah di level Rp14.067 per dolar AS berhasil membaik, meski cukup stagnan di kisaran Rp14.035 per dolar AS," ungkap Ibrahim kepada CNNIndonesia.com, Jumat (1/11).
Sentimen ketidakpastian lain juga datang dari kebijakan penurunan tingkat suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve. The Fed memang sudah memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke kisaran 1,5 persen sampai 1,75 persen.
The Fed bahkan sudah memberikan pernyataan yang tegas bahwa bank sentral AS tidak akan menurunkan lagi bunga acuan, kecuali ekonomi Negeri Paman Sam kembali melemah. Seolah-olah sinyal ini memang memberi keyakinan bahwa ekonomi AS akan membaik.
"Namun ternyata nada hawkish The Fed telah gagal untuk meletakkan dasar bahwa dolar AS dan imbal hasil US Treasury akan membaik karena masih ada risiko perang dagang AS-China," terang dia.
Selain pengaruh eksternal, rupiah berhasil menguat karena pengaruh sentimen domestik. Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis data inflasi sebesar 0,02 persen pada Oktober 2019.
[Gambas:Video CNN]"Inflasi yang rendah menandakan ada optimisme pada pertumbuhan ekonomi ke depan, sehingga mata uang Garuda kembali stabil di harga yang wajar," jelas Ibrahim.
Untuk pekan depan, ia memperkirakan rupiah akan melemah ke kisaran Rp14.020 sampai Rp14.080 per dolar AS. Pengaruhnya datang dari minim sentimen yang biasa terjadi di awal pekan.
(uli/bir)