Akhirnya Anda ditunjuk menjadi Menkop dan UKM, apa kira-kira alasan Presiden Jokowi menempatkan Anda di jabatan ini? Ketika pak Jokowi meminta saya, saya tahu beliau sebenarnya memang ingin sekali memperkuat ekonomi rakyat. Saya sering sekali dengar beliau bilang 'Saya bangun infrastruktur, jalan, pelabuhan, bandara, bangun ini, bangun itu, kok yang menikmati itu-itu saja?'
Kami tahu bahwa struktur ekonomi kita sangat timpang, ada pengusaha besar hanya 0,01 persen, sementara menguasai kegiatan ekonomi yang begitu besar. Sementara yang 99 persen usaha rakyat, kontribusinya tidak besar. Jadi saya dengan senang hati ketika dapat penugasan itu, karena saya memang
basic-nya dari rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya saya banyak diminta pak Presiden untuk melakukan kajian soal masalah pangan, masalah di sektor pertanian, industri, perikanan, jalin komunikasi dengan pengusaha besar, peternak, dengan berbagai kelompok masyarakat yang marjinal. Itu lintas sektoral. Saya bisa dengan para konglomerat, tapi saya juga bisa komunikasi dengan kelompok sosial masyarakat.
Intinya yang penting adalah kemitraan yang besar dan kecil, sehingga di situ terjadi konektivitas antara usaha kecil dan besar. Kalau saya lihat di negara yang sukses dan kue ekonominya banyak diberikan ke sektor UMKM itu terkoneksi antara usaha besar dan kecil, sehingga ada pembagian kerja yang sinergis. Ini ide sebenarnya dari pak Jokowi kenapa UMKM itu harus naik kelas, supaya ada banyak kesempatan kerja, ruang ekonomi yang bisa dilakukan oleh masyarakat.
Apa ada target khusus dari Presiden Jokowi kepada Anda? Misalnya target 100 hari, kalau tidak berhasil bisa kemungkinan kena reshuffle? Problemnya banyak, akses ke pembiayaan, akses ke market, SDM, pengembangan usaha, dan lainnya. Tapi yang paling berat menurut saya, UMKM ini belum terintegrasi ke
supply chain. Apalagi global chain, beda dengan industri besar, mereka suplai bahan baku, logistik, pembiayaan, fasilitas pajak, ekspor, dan sebagainya sudah terhubung. Sementara sebagian besar UMKM belum. Karenanya, perlu agregasi, konsolidasi melalui kluster industri.
Sebenarnya tidak (ada target 100 hari), tapi beliau betul-betul minta ada transformasi ekonomi supaya struktur ekonomi kita semakin kuat dengan tumbuhnya UMKM. Beliau minta di situasi sekarang UMKM bukan hanya urus kerajinan, keripik, akik, batik, tetapi juga mulai diproritaskan untuk sektor-sektor yang secara ekonomi unggul.
Kemudian membuat UMKM berkontribusi pada ekspor. Saat ini, baru sekitar 14,5 persen ekspor dari UMKM. Negara lain, Korea Selatan sudah 60 persen ekspornya UMKM, Jepang hampir sama, Malaysia sudah hampir di atas 20 persen, Thailand di atas 30 persen, China apalagi sudah 70 persen ekspor dari UMKM.
Jadi kami ke depan betul-betul ingin merancang UMKM sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh, bukan subsisten, hanya sekarang survive, tidak, justru harus jadi kontribusi utama ekonomi.
Apa saja jurus yang Anda persiapkan untuk mengejar target itu?Sekarang ada beberapa yang sudah kami pilih, misalnya sektor perikanan, pertanian, perkebunan, itu semua bisa ditingkatkan ekspornya. Meski dunia lagi lesu, tapi untuk komoditas makanan, itu UMKM terlibat dan masih tumbuh permintaannya. Jadi kami optimis. Yang paling penting adalah bagaimana marketnya dibesarkan dulu.
Belanja pemerintah, pak Jokowi sudah beri komitmen, agar belanja pemerintah, BUMN, daerah, itu harus utamakan produk UMKM. Kami juga coba UMKM dengan digitalisasi, marketplace, sehingga pasarnya luas dan dorong ke ekspor.
Pembiayaan sekarang hampir tidak ada problem karena alokasi KUR terus naik. Selain KUR ada BLU di sektor mikro, ada program Mekaar, dan lainnya. Lalu ada sektor keuangan yang memungkinkan UMKM yang non-bankable pun bisa dapat pembiayaan. Tapi sekali lagi saya harus tetap mengarahkan UMKM bukan di sektor pinggiran, tapi masuk ke ekonomi yang unggul.
Di luar keseharian pekerjaan Anda, Apakah keluarga keberatan dengan kesibukan Anda yang terus bertambah?Tidak, mereka biasa saja, dari dulu saya jarang ada di rumah. Jadi terbiasa, yang penting ada komunikasi. Dengan anak saya juga saya Whatsapp-an, kalau ada waktu kami cari makan dan belanja.
Kemudian, kopi. Dulu istri suruh berhenti dari kerja, terus saya lihat wah ini kurang kesibukan, sering ganggu saya, ya sudah bikin apa begitu. Kebetulan anak saya juga belajar barista,
nah, jadilah bikin kafe kelas kampung di Cibinong, ada ruko dekat situ.
Kami sewa, murah. Terus saya kan tetap dengan teman-teman yang koperasi kopi, di Jawa Barat yang gede, jadi bahan bakunya ada terus. Mulai dari kopi Jawa Barat, kopi dari mana-mana.
Tapi favoritnya kopi asal dari Garut dong. Dari kelas petani sampai para barista itu saya kenal. Sebelum saya jadi menteri koperasi, saya sudah dekat dengan jaringan petani.
(bir)