Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan menyerahkan Surat Presiden (Surpres) atas
omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (
DPR) pada Rabu (29/1) sore.
Hal ini diungkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut bendahara negara, penyerahan akan diwakilkan kepada dirinya pada pukul 17.00 WIB.
Kabarnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly akan turut hadir. Para menteri Jokowi akan diterima langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan menyerahkan surpres yang sudah ditandatangani oleh Bapak Presiden dan kami akan segera menghadap kepada pimpinan DPR untuk bisa menyampaikan kepada beliau secara langsung," ungkap Sri Mulyani, Rabu (29/1).
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu berharap penyerahan Surpres dan draf omnibus law bisa segera ditindaklanjuti oleh lembaga legislatif ke Rapat Paripurna. Apalagi, omnibus law RUU Perpajakan merupakan satu dari empat omnibus law yang masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Tiga omnibus law lainnya, yaitu RUU Ibu Kota Negara, RUU Kefarmasian, dan RUU Cipta Lapangan Kerja. Bila sudah disetujui Rapat Paripurna, maka omnibus law itu akan dibawa ke pembahasan di Komisi XI.
"Selanjutnya tergantung dari jadwal paripurna DPR bagaimana menetapkan pembahasan dari omnibus perpajakan," katanya.
Pemerintah sengaja membentuk omnibus law di bidang perpajakan untuk merevisi sejumlah aturan yang ada. Sebab, beberapa diantaranya tumpang tindih. Pemerintah menyatakan perbaikan yang dilakukan secara satu per satu dikhawatirkan akan membutuhkan waktu lama.
[Gambas:Video CNN]Selain itu, omnibus law ini juga bertujuan untuk memberi segudang relaksasi perpajakan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah besarnya tekanan perekonomian global.
Kebijakan ini juga diambil dalam rangka meningkatkan pertumbuhan investasi, pendapatan masyarakat, mendorong kepatuhan, menciptakan keadilan iklim usaha, dan tentunya sesuai dengan aturan yang berlaku di dalam maupun luar negeri.
Beberapa aturan hukum yang akan disinkronkan, yaitu Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hingga UU Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP). Sementara perubahan aturan yang akan dilakukan, yakni penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 20 persen dan penghapusan pungutan PPh atas dividen perusahaan di dalam maupun luar negeri apabila dividen ditanamkan dalam bentuk instrumen investasi di dalam negeri.
Kemudian, pemerintah akan memungut pajak bagi Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia setidaknya dalam durasi 138 hari. Lalu, pengurangan tarif denda atas sanksi keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan karena kasus kurang bayar dari semula 2 persen menjadi 1 persen.
Selanjutnya, pemberian relaksasi terhadap pengkreditan pajak bagi Perusahaan Kena Pajak (PKP), terutama yang selama ini barangnya dibukukan sebagai obyek pajak. Kemudian, pemberian insentif pajak dalam satu bagian, mulai dari tax holiday, super deductiable tax, fasilitas pengurangan PPh untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga PPh untuk Surat Berharga Negara (SBN) di pasar internasional.
Tak ketinggalan, izin pungutan PPN bagi perusahaan digital internasional yang ada di Indonesia, seperti Google, Amazon, Netflix, Facebook, Twitter, dan lainnya. Terakhir, ketentuan perubahan status Bentuk Usaha Tetap (BUT) bagi perusahaan digital internasional yang ada di Indonesia, sehingga mereka tidak harus memiliki fisik kantor di dalam negeri, namun tetap dikenakan pungutan pajak yang berlaku.
(uli/agt)