Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga riset The SMERU Research Institute menilai sektor swasta harus mengambil bagian, selain pemerintah, untuk mendorong usaha mikro dan kecil (
UMK) di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi
corona.
Sedikitnya ada enam skenario bantuan kepada pelaku UMK yang bisa dilakukan.
Pertama, mengurangi potongan biaya yang dibayarkan UMK ke e-commerce. Saat ini, penjual yang bekerja sama dengan e-commerce harus menyetorkan 20 persen dari total penjualan.
"Aturan ini harus diubah untuk sementara. Persentase potongan perlu dibuat berjenjang dengan mempertimbangkan besarnya omzet atau skala UMK," tulis SMERU Research, dikutip dari akun Twitter resminya, Selasa (24/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, pemerintah dapat memperluas akses pinjaman bagi UMK. Selain itu, pemerintah dapat memperpanjang batas waktu pembayaran pinjaman hingga situasi stabil guna mengurangi beban pembayaran pinjaman bagi UMK.
Ketiga, mengurangi tagihan listrik untuk pelanggan pasca bayar dan potongan harga bagi pra bayar. Tujuannya, mengurangi beban UMK sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat.
"Penurunan harga bahan bakar minyak juga diperlukan," tulisnya.
Keempat, menjamin ketersediaan input produksi seperti bahan baku, sehingga kegiatan operasional UMK tidak terganggu.
Kelima, memperluas insentif pajak ke sektor yang terkait dengan UMK, meliputi sektor jasa, perdagangan, dan transportasi.
Keenam, menyusun aturan tentang tenggat pembayaran kontrak kepada UMK, misalnya usaha jasa boga menengah dan besar yang memanfaatkan kerja sama dengan UMK.
"Pembayaran yang tepat waktu dapat mempercepat perputaran modal," tulisnya. Menurutnya, pemerintah membutuhkan basis data tunggal (BDT) UMK yang diintegrasikan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Dengan demikian, bantuan yang diberikan tepat menyasar UMK yang dikelola warga miskin. Selanjutnya, data ini dapat menjadi sumber data baik bagi program rutin maupun program khusus saat terjadi guncangan ekonomi.
Namun, karena data tersebut belum tersedia, maka SMERU Research mengusulkan penggunaan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), atau data milik platform e-commerce, seperti Gojek, Grab, Shopee, Tokopedia, dan lainnya.
"Aturan ini bisa dimulai dari lingkup pemerintah dan BUMN. Dalam jangka panjang, perlu dirancang regulasi seperti ini yang menyasar dunia usaha secara luas," tulisnya.
[Gambas:Video CNN] (ulf/age)