Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah resmi menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (
PSBB) di DKI Jakarta mulai Jumat (10/4). PSSB ini diberlakukan untuk mengakhiri rantai penyebaran penyakit covid-19 atau
virus corona.
Implikasi dari PSBB, Gubernur DKI Anies Baswedan menerangkan kegiatan perkantoran dihentikan, kecuali beberapa sektor. Ia mencatat delapan sektor harus terus beroperasi. Yakni, sektor kesehatan, sektor pangan, energi, komunikasi, distribusi barang, keuangan dan perbankan, kebutuhan sehari-hari, dan sektor industri strategis.
"Jadi, kegiatan lain akan dianjurkan untuk bekerja dari rumah. Dan, delapan sektor ini, sektor kesehatan misalnya, diizinkan untuk tetap berkegiatan. Ini bukan hanya rumah sakit dan klinik, tetapi termasuk industri produksi sabun, disinfektan, itu sangat relevan dengan situasi sekarang," ujarnya, Selasa (7/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaca pada pernyataan tersebut, artinya beberapa sektor usaha dan turunannya akan menjalani masa keemasan. Sebut saja, sektor farmasi, ritel groseri, logistik. Sektor usaha ini tidak akan berhenti melakukan kegiatan ekonomi.
Namun, sektor usaha lainnya berpotensi 'pingsan'. Malah, sektor-sektor usaha di luar yang telah disebut Anies sudah kurang darah sejak penerapan
social distancing,
work from home, dan
school from home.
Mereka adalah sektor transportasi, tak terkecuali penerbangan. Kemudian, perhotelan dan restoran, pariwisata, tempat hiburan, otomotif, kecantikan, ritel pakaian, MICE, jasa hingga properti.
Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono mengaku omzet pengusaha bus perkotaan melorot 75 persen hingga tidak mengantongi omzet sama sekali bahkan sebelum penerapan PSBB.
Kondisi ini tidak hanya terjadi di Jabodetabek, ia menyebut angkutan di daerah pun meringis hanya tersisa 17 persen hingga 20 persen yang beroperasi.
"Untuk angkutan penumpang sudah turun drastis sekali. Kami merasakan penurunan 75 persen sampai 100 persen," katanya, Rabu (8/4).
Senasib, pengusaha perhotelan dan restoran juga terpaksa menghentikan kegiatan operasionalnya karena tingkat hunian atau okupansi hotel terus merosot. Sementara, beban listrik, gaji karyawan, dan biaya perawatan terus berjalan.
Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkap 1.266 hotel yang menjadi anggotanya telah tutup pada Selasa (7/4) kemarin.
Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani meyakini angka riil penutupan hotel jauh lebih besar dari data yang diterimanya, mengingat belum semua pengusaha melapor.
Ia memperkirakan lebih dari 150 ribu karyawan hotel terdampak persoalan tersebut. Konsekuensinya, mereka harus rela dirumahkan atau paling parahnya, terkena PHK (pemutusan hubungan kerja).
Menurut Hariyadi, pengusaha tak punya banyak pilihan, nihilnya pemasukan menekan arus kas perusahaan. Jika berlarut, ia khawatir para pengusaha tak mampu membayar gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR) karyawan.
"Sekarang yang jadi masalah besar adalah kelangsungan karyawan. Kalau perusahaan tidak ada pemasukan, kami nggak bisa bayar gaji karyawan. Nanti THR juga tidak bisa," imbuh dia.
[Gambas:Video CNN]Nasib buruk juga dialami para pengusaha ritel sejak pemerintah mengimbau penutupan sementara mal dan gerai usaha ritel lainnya pada pertengahan Maret lalu.
Dewan Penasehat Hippindo Tutum Rahanta mengaku hanya dapat pasrah dan mengikuti instruksi pemerintah. Apalagi, dengan penerapan PSBB yang memaksa ditutupnya seluruh gerai ritel, terkecuali gerai makanan pokok, apotek, dan layanan mendesak lainnya.
Meski tak dapat merinci, namun Tutum meyakini akumulasi kerugian para pengusaha ritel menggunung.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah. Namun, ia masih berharap untuk meminimalisir kerugian pengusaha ritel penjualan online dengan memanfaatkan lapak
online atau
marketplace e-commerce."Ke depan kami akan perkuat penjualan online melalui
marketplace," pungkasnya.
(wel/bir)