Jakarta, CNN Indonesia -- The Economist Intelligence Unit (EIU) merevisi proyeksi
pertumbuhan ekonomi global pada 2020. Rata-rata ekspektasi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini jatuh dari 2,3 persen ke minus 2,5 persen di tengah pandemi
virus corona.
Dalam dokumen resmi kajiannya, EIU menyatakan dampak wabah virus corona lebih mengerikan dari krisis keuangan global pada 2008-2009 lalu.
Pertumbuhan negatif dunia disumbang oleh merosotnya penawaran dan permintaan. Imbas dari penyakit, karantina masal, dan sentimen negatif konsumsi akan menekan permintaan sehingga penghentian produksi pun tak dapat dihindari. Ini mengakibatkan terganggunya rantai pasokan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Guncangan terberat akan dirasakan pada paruh pertama 2020 dengan penyebaran pandemik yang berlangsung di berbagai belahan dunia," ungkap EIU seperti dikutip dari laporan yang teranyar mereka, Rabu (8/4).
Dampak covid-19 terhadap ekonomi Negeri Tirai Bambu diperkirakan menghujam lebih parah dari wabah SARS. Dengan asumsi virus corona dapat teratasi setelah paruh kedua 2020, pertumbuhan PDB riil China hanya akan tumbuh di angka 1 persen. Terperosok dari capaian pertumbuhan 6,1 persen pada 2019.
Memimpin pelemahan dunia, negara-negara Eropa diperkirakan akan mengalami perlambatan ekonomi terburuk. Italia menjadi yang terparah dengan proyeksi pertumbuhan minus 5 persen dengan perbandingan kuartal.
Negara Eropa lainnya yang diperkirakan akan dilanda awan mendung ialah Jerman mengingat sektor industri merupakan andalan salah satu Negara Eropa Tengah tersebut. Dengan jatuhnya ekpor, perekonomian Jerman diperkirakan akan menderita.
Sementara negara yang mengandalkan konsumsi dalam negeri seperti Prancis diramal masih akan bertumbuh pada kuartal II 2020.
[Gambas:Video CNN]Pemerintahan Donald Trump pun tak dapat mengelak dari ganasnya virus corona. Pada kuartal II 2020, pertumbuhan perekonomian AS diperkirakan menyentuh level minus 5,9 persen. Paruh kedua 2020 diramal pertumbuhan AS akan membaik dan mengangkat pertumbuhan 2020 menjadi 2,9 persen.
"Kami perkirakan lonjakan akan terjadi pada paruh kedua 2020 dengan asumsi tak ada susulan kasus pandemik ke depannya. Tingginya ketidakpastian mengakibatkan kehati-katian masyarakat dan menunda investasi," kata Direktur Proyeksi Dunia EIU Agathe Demarais.
Dia melanjutkan, masyarakat mungkin masih akan melakukan karantina diri meski pemerintah telah mencabut status
lockdown. Dalam skenario terburuk, dana yang digelontorkan dalam upaya meredam virus corona dapat mengupas pendapatan fiskal berbagai negara maju.
(wel/sfr)