Jakarta, CNN Indonesia --
SKK Migas memprediksi produksi dan
lifting (produksi siap jual) minyak dan gas (migas) meleset dari target tahun ini. Beberapa faktor yang menghambat adalah pandemi
virus corona, anjloknya harga minyak dunia, dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto merinci prospek produksi minyak kemungkinan hanya mencapai 725 ribu barel per hari (BPOD) atau meleset 1,36 persen dari target 735 ribu BPOD pada akhir tahun ini.
Sementara, produksi gas diperkirakan hanya mencapai 5.727 MMSCFD atau turun 3,89 persen dari target 5.959 MMSCFD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prospek ini, kata Dwi, berasal dari pertimbangan realisasi produksi minyak sebesar 728,8 ribu BPOD dan gas 7.118 MMSCFD pada kuartal I 2020.
Sedangkan realisasi lifting minyak baru mencapai 701,6 ribu BOPD atau 92,9 persen dari target 755 ribu BOPD dan lifting gas 5.866 MMSCFD atau 87,9 persen dari target 6.670 MMSCFD pada kuartal I 2020.
Kendati masih cukup tinggi, namun dinamika ekonomi global dalam beberapa waktu terakhir diperkirakan masih menekan produksi dan lifting migas ke depan. Salah satunya tercermin dari rata-rata harga minyak mentah berjangka Brent sekitar US$38 per barel.
Faktor lain, kurs rupiah yang sempat menyentuh Rp16 ribu per dolar AS. Lalu, penyebaran pandemi virus corona terus meluas dengan jumlah kasus positif tembus 2 juta orang di dunia, sehingga aktivitas industri terganggu.
"Ini sudah merupakan perhitungan paling optimal. Kami dari SKK akan berupaya mengoptimalkan operasi di tengah keterbatasan dan penurunan
demand (permintaan)," ungkap Dwi, Kamis (16/4).
Kombinasi penyebaran pandemi corona, penurunan harga minyak, dan pelemahan kurs rupiah, sambung dia, juga akan memberi dampak penundaan planned shutdown di lapangan. Khususnya di Banyu Urip dan Tangguh.
"Memunculkan penundaan kegiatan pengeboran dan kerja ulang serta perawatan sumur di EMP Malacca Strait, Mont'dor Tungkal, Medco Rimau, Natuna, dan Sumatera Selatan, Camar Resources, Petrochina, POD Arung Nowera, dan lainnya," jelasnya.
Kemudian, berpotensi memundurkan penyelesaian proyek Merakes ke 2021 dan beberapa proyek on stream di tahun ini. Lalu, membuat potensi penerimaan negara turun sekitar 40,62 persen dari dari US$32 miliar menjadi US$19 miliar.
Untuk memitigasi hal tersebut, Dwi mengatakan SKK menyiapkan upaya berupa koordinasi dengan KKKS terkait review rencana kerja 2020, melakukan
comprehensive assessment soal opsi harga minyak untuk memperhitungkan keekonomian lapangan, dan mengevaluasi kembali penundaan.
Selanjutnya, akan melakukan koordinasi dengan
stakeholder terkait pengecualian mobilisasi barang dan personel selama masa pandemi corona untuk industri hulu migas. "Ini kami ajukan agar dipermudah izin administrasi dan pengecualian untuk industri hulu migas melalui Kemenkumham, Kementerian ESDM, dan pemerintah daerah," terang dia.
[Gambas:Video CNN]SKK juga akan mengajukan usulan pemberian paket stimulus bagi KKKS ke Menteri ESDM Arifin Tasrif. Tak ketinggalan, turut meminta KKKS untuk melakukan negosiasi ulang kontrak-kontrak yang ada dalam rangka efisiensi biaya.
Untuk jangka panjang, SKK Migas memperkirakan produksi minyak akan mencapai 1 juta BPOD pada 2030. Sementara produksi gas diperkirakan tembus 12 ribu MMSCF per hari.
Dwi mengatakan SKK Migas akan mempertahankan tingkat produksi eksisting yang tinggi dan melakukan transformasi sumber daya ke produksi untuk mengejar proyeksi tersebut. Lalu, mempercepat chemical EOR dan eksplorasi untuk penemuan sumber produksi skala besar.
Sementara, jumlah hasil produksi yang siap untuk lifting sekitar 2,77 juta Bbls saat ini. Sedangkan stok yang sudah digunakan 2,96 juta Bbls, sehingga total 5,73 juta Bbls.
(uli/bir)