Sri Mulyani Respons Pro Kontra Bansos Keluhan Ridwan Kamil

CNN Indonesia
Jumat, 08 Mei 2020 20:10 WIB
Menkeu Sri Mulyani didampingi Wamenkeu  Mardiasmo bersiap memberikan keterangan terkait realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (19/3/2019). Menkeu melaporkan realisasi APBN 2019 hingga Februari 2019 tercatat Rp54,61 triliun atau 0,34 persen terhadap PDB. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/nz.
Sri Mulyani menanggapi keluhan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil soal bansos. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi pro kontra kebijakan bantuan sosial (bansos) pemerintah yang tengah dikeluhkan oleh banyak pihak, termasuk Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Keluhan itu terkait data, bentuk, hingga saluran penyaluran bansos.

Respons ini disampaikan Ani, sapaan akrabnya, saat rapat virtual bersama Komite IV DPD, Jumat (8/5). Kebetulan, beberapa anggota DPD turut menanyakan pro kontra bansos kepada bendahara negara itu.

"Ini juga disampaikan oleh Pak Gubernur Jawa Barat, memang keluar masuknya dari masing-masing bansos ini dianggap tidak sama dan channelnya berbeda-beda," ujar Ani.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari sisi data, keluhan muncul karena data yang digunakan pemerintah pusat dan daerah dianggap tidak sinkron. Lalu dari sisi bentuk, penyaluran diberikan ada yang berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan ada pula yang berupa paket sembako.

Sementara dari sisi saluran, pemberian bansos menjadi terpecah, di mana ada yang diklaim sebagai bantuan presiden, kementerian, hingga pemerintah daerah. "Kemudian menimbulkan banyak sekali reaksi di masyarakat seperti ada yang dapat berapa, yang ini dapat sembako, dan lain-lain," imbuhnya.

Menurut Ani, pada dasarnya pemberian bansos sudah diupayakan adil, yaitu bernilai Rp600 ribu per penerima per bulan. Hal ini berlaku bagi program bansos berupa BLT maupun paket sembako.

Bahkan, peserta Kartu Prakerja pun mendapat insentif yang sama sebesar Rp600 ribu per bulan per peserta, meski dengan tambahan bekal pelatihan. Hanya saja, penentuan bansos berupa uang tunai atau paket sembako pada akhirnya turut mempertimbangkan aspirasi yang masuk.

"Pada April kemarin, banyak yang merasakan butuh pangan, bukan uang, karena ada pembatasan sosial (PSBB) dan mereka tidak tahu apakah masih bisa belanja ke pasar dan lainnya tidak, jadi memang diputuskan dalam bentuk bantuan pokok," jelasnya.

Namun, sambung Ani, di sisi lain ada masukan kepada pemerintah agar pemberian bansos tetap diberikan dalam bentuk uang tunai. Sebab, dianggap memberi keleluasaan kepada penerima untuk membelanjakan sesuai kebutuhannya.

"Tapi memang banyak sekali aspirasi supaya ini menjadi uang saja dan lainnya. Ya nanti akan kami sampaikan ke Menko PMK (Muhadjir Effendy) dan Kementerian Sosial," tuturnya.

Sementara soal sinkronisasi dan ketepatan data penerima bansos dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial. Menurutnya, memang pemerintah sepakat menggunakan data tersebut karena kondisi yang mendesak di tengah pandemi corona.

"Data dari Kementerian Sosial itu sebetulnya menyasar bottom, yang berasal dari bawah, namun mungkin saja DTKS Kementerian Sosial bisa jadi tidak update dengan situasi saat ini, terutama sesudah terjadinya covid-19," jelasnya.

Sementara pada kondisi saat ini, data masyarakat yang perlu mendapat uluran tangan pemerintah jadi meningkat. Sebab, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mulai muncul.

Kendati begitu, Ani bilang keluhan soal ketepatsasaran data penerima bansos akan diteruskan ke Kementerian Sosial agar bisa menjadi bahan evaluasi. Selain itu, agar bisa lebih memudahkan masyarakat dalam menerima dana bansos.

"Itu yang menjadi sesuatu yang perlu kita koordinasikan dan jadi masukan, nanti akan kami sampaikan kepada menteri-menteri terkait," katanya.

Sebelumnya, banyak pihak yang memberi komentar pro dan kontra soal kebijakan bansos pemerintah di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Salah satunya Ridwan Kamil atau yang akrab disapa Emil.

Emil meminta pemerintah pusat membenahi data warga penerima bansos karena tidak sinkron di tingkat internal pemerintah pusat. Bahkan, tak sinkron juga dengan pemerintah daerah.

"BPS (Badan Pusat Statistik) punya survei sendiri, Kemensos punya survei sendiri, Kementerian Desa juga punya survei sendiri. Itu jadi salah satu masalah di Indonesia yaitu ketidaksinkronan data antara pusat dan daerah," kata Emil.

Emil juga menyinggung soal pembagian sembilan jenis bantuan kepada masyarakat, yakni bantuan untuk korban PHK, Kartu Sembako, Bansos Presiden Bodebek, Kartu Prakerja, Dana Desa, Bansos Tunai, Bansos Provinsi, Bansos Kabupaten/Kota dan Bantuan Makan atau Nasi Bungkus.

"Mereka (masyarakat) mengira bantuan itu satu pintu, padahal tanggung jawab kita cuma satu (Bantuan Pemprov Jabar), kepala desa protes ke kami, masalah ketidakadilan ini dampak dari tidak akuratnya data," keluhnya.

[Gambas:Video CNN]

(uli/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER