Disentil BPK, Sri Mulyani Klaim Tak Urus Utang 'Ugal-ugalan'

CNN Indonesia
Sabtu, 09 Mei 2020 11:17 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (4/9).
Menkeu Sri Mulyani membantah pemerintah 'ugal-ugalan' dalam mengelola utang. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah pusat tak mengelola utang secara 'ugal-ugalan'. Semuanya diperhitungkan secara matang dan terukur.

Hal ini merespons temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut pengelolaan utang pemerintah pusat kurang efektif selama 2018 hingga kuartal III 2019.

"Dalam mengelola keuangan negara kami tidak hanya melihat satu rumus, satu kebutuhan, dan satu tujuan. Selalu saya tekankan bahwa fiskal adalah instrumen, dia bukan tujuan. Namun tidak berarti kami ugal-ugalan," ungkap Sri Mulyani dalam video conference, Jumat (8/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan pemerintah memang membutuhkan utang demi menambal anggaran yang masih defisit. Namun, kata Sri Mulyani, utang bukan hanya sekadar menutupi kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Walaupun kami melakukan belanja dan tambah utang, kami juga melihat hasilnya. Infrastruktur menjadi baik, kemiskinan turun, dan sekarang sampai terjadinya penyebaran virus corona," jelas dia.

Sri Mulyani menyatakan bakal menghormati analisis dari BPK terkait pengelolaan utang pemerintah pusat. Menurutnya, hal itu bisa dijadikan peringatan agar pemerintah tetap hati-hati dalam mengelola keuangan negara.

"Kami hormati saja. Analisis-analisis itu baik agar kami berhati-hati," imbuh dia.

Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan pengelolaan utang pemerintah kurang efektif dalam menjamin biaya minimal dan risiko terkendali, serta kesinambungan fiskal untuk periode 2018 hingga kuartal ketiga tahun lalu. Hal itu terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2019.

[Gambas:Video CNN]

Menurut dia, pengelolaan utang tidak efektif lantaran strategi pengembangan pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik belum meningkatkan likuiditas pasar SBN. Agung menjelaskan pemerintah sejauh ini belum memiliki indikator pencapaian yang jelas terkait kebijakan pengembangan pasar SBN.

Selain itu, metode perhitungan pencapaian target turnover ratio juga berbeda dengan apa yang dituliskan dalam Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan 2018-2024 dan perhitungan dalam indikator kinerja utama Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (IKU DJPPR) Kementerian Keuangan.

"Akibatnya, upaya pengembangan pasar SBN untuk mendapatkan yield (imbal hasil) yang rendah menjadi tidak terukur dan tidak terarah, serta yield obligasi pemerintah Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain," pungkasnya.

(aud/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER