Staf Erick Thohir Ungkap Alasan Tagihan Listrik Naik Saat WFH

CNN Indonesia
Rabu, 10 Jun 2020 18:30 WIB
PT PLN (Persero) memastikan tidak akan menaikkan tarif listrik meski mendapatkan tekanan dari pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Kementerian BUMN mengungkap penyebab kenaikan tagihan listrik masyarakat selama penyebaran virus corona. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan tak ada kenaikan tarif listrik yang dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN di tengah pandemi virus corona.

Mereka meyakini kenaikan tagihan yang dialami beberapa pelanggan murni terjadi akibat kebijakan work from home (WFH) diberlakukan pemerintah demi menekan penyebaran virus corona beberapa bulan terakhir. Kementerian BUMN meyakini kebijakan tersebut telah mengerek konsumsi listrik masyarakat sehingga membuat tagihan mereka naik.

"Setelah kami pelajari sebenarnya tidak ada yang namanya tarif PLN naik. Dari tahun ke tahun sama saja, tidak ada kenaikan. Jadi yang naik adalah tagihan," ungkap Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga, Rabu (10/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arya menjelaskan penggunaan barang elektronik meningkat selama bekerja dari rumah di tengah pandemi virus corona. Beberapa barang elektronik yang dimaksud, seperti televisi dan pendingin ruangan.

"Mungkin selama ini tidak pernah pakai televisi tapi karena di rumah jadi pakai televisi, atau ada yang pakai pendingin ruangan biasanya hanya satu tapi karena di rumah ditambah menjadi tiga sampai empat," jelas Arya.

Kenaikan tagihan listrik ini juga terjadi ketika PLN menerapkan WFH kepada karyawannya. Dengan demikian, PLN mengubah cara pencatatan meteran listrik rumah tangga.

PLN menggunakan rata-rata pemakaian selama tiga bulan terakhir untuk menghitung tagihan pada bulan selanjutnya. Selain itu, PLN juga menerima laporan meteran listrik konsumen lewat WhatsApp.

"Keterangan dari teman-teman PLN clear. Misalnya Maret atau Februari 2020 lalu tagihan adalah A, kemudian pada Maret 2020 karena teman-teman PLN tidak ke rumah, tidak mengukur meteran secara langsung akibatnya mereka memakai cara rata-rata pemakaian tiga bulan terakhir," ungkap Arya.

Jika rata-rata pemakaian listrik tiga bulan itu nyatanya lebih murah dari tagihan sekarang, maka PLN akan menggunakan patokan rata-rata tiga bulan tersebut. Begitu juga sebaliknya.

"Lihat saja meteran listrik sebelum virus corona, dihitung saja dengan tagihan terakhir. Dari tagihan itu lihat di meterannya dibandingkan dengan kwh- nya, berapa kwh yang dipakai, dikali harga per kwh dari tarif listrik. Jadi kalau dibilang PLN membohongi itu tidak bisa," tegas Arya.

Sebelumnya, SEVP Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo Wicaksono mengatakan terjadi lonjakan tagihan listrik rata-rata 20 persen terjadi pada 4,3 juta pelanggan pascabayar saat masa kerja dari rumah pada April-Mei 2020. Jumlah itu sekitar 12,46 persen dari total pelanggan pascabayar yang mencapai 34,5 juta pelanggan.

Jumlah pelanggan dengan kenaikan tagihan terbanyak ada di kisaran 20 persen sampai 50 persen sebanyak 2,4 juta pelanggan. Di luar itu, ada pelanggan yang tagihan listriknya naik 200 persen, 500 persen, sampai 1.000 persen.

[Gambas:Video CNN]
Namun, beberapa pelanggan juga membayar lebih banyak dari penggunaannya untuk periode April-Juni 2020. Hal ini karena PLN menggunakan rata-rata pemakaian selama tiga bulan terakhir untuk menghitung tagihan listrik.

Untuk itu, Yuddy menjamin akan mengembalikan lebih bayar tagihan listrik kepada pelanggan bila ditemukan ada kelebihan pembayaran dari yang semestinya. Pengembalian akan diberikan melalui pengurangan kewajiban pembayaran pada tagihan bulan berikutnya. (aud/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER