Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri BUMN
Erick Thohir ingin PT Pertamina (Persero) mengakhiri kerja sama bisnis yang sudah lama, namun masih saja jalan di tempat dan tidak ada hasil. Pasalnya, perseroan harus bisa bekerja cepat dalam memenuhi rantai pasok (
supply chain) bisnisnya.
Hal ini diungkapkan Erick menanggapi rencana ke depannya soal kerja sama bisnis Pertamina. Selain itu, ia sekaligus menanggapi putusnya kerja sama antara Pertamina dengan Saudi Aramco, perusahaan minyak nasional Arab Saudi.
"Kalau ada kerja sama yangg awalnya diinginkan, tetapi memang mohon maaf sudah terlalu lama, tidak jalan, ya saya rasa sudah saatnya diakhiri," kata Erick saat konferensi pers virtual, Jumat (12/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, sebuah perusahaan harus realistis dalam membaca pasar dan kerja sama. Bila sudah berjalan secara tahunan, tapi tidak juga membuahkan hasil, maka tidak ada salahnya diakhiri.
Erick bilang perusahaan juga harus mampu melihat rekan lain yang bisa diajak bekerja sama. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang besar dari sisi pasar dan sumber daya alam, sehingga kesempatan akan ada.
"Jadi yakinlah ada partner baru atau kita buat sendiri, tapi kami juga tidak ingin kerja sama yang sudah lama, tapi hilang begitu saja," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang menyatakan perusahaan minyak nasional itu batal bermitra dengan Aramco di proyek
refinery development master plan (RDMP) Cilacap, Jawa Tengah. Sebab, Aramco mundur dari proyek tersebut.
"Aramco menyampaikan melalui surat resmi CEO-nya ke Presdir Pertamina bahwa silakan dilakukan, silakan Pertamina menjalankan atau membangun Cilacap, mengingat Saudi Aramco fokus hal-hal lain sehingga silakan melanjutkan," tutur Ignatius, beberapa waktu lalu.
Kerja sama Pertamina dan Aramco diawali dengan penandatanganan Kesepakatan Kerja Sama Pengembangan Perusahaan Patungan (
Joint Venture Development Agreement/JVDA) pada Desember 2016. Kerja sama ini merupakan kelanjutan dari
Heads of Agreement (HoA) yang diteken kedua belah pihak pada November 2015 lalu di mana kedua entitas akan membentuk perusahan patungan, untuk pengembangan proyek selanjutnya
Dalam kesepakatan tersebut, rencananya Pertamina akan memiliki saham 55 persen dan Saudi Aramco sebesar 45 persen. Kesepakatan ini berakhir pada 30 Juni 2019.
Namun hingga memasuki tahun 2020, pengembangan kilang Cilacap masih terkendala oleh kepastian Saudi Aramco untuk terus bermitra dengan Pertamina. Padahal, Kilang Cilacap telah mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kualitas Euro IV.
Pertamina pun memutuskan untuk mencari partner baru pengembangan RDMP Cilacap. Rencananya, Kilang Cilacap bakal menghasilkan produk biorefinery setara Euro 5.
[Gambas:Video CNN]
(uli/sfr)