BPJS Kesehatan mengakui temuan praktik fraud (curang) dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Namun, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebut bahwa temuan fraud tersebut tidak sampai satu persen.
"Bahkan layanan kesehatan nasional Inggris, NHS, masih mencatat fraud 3 persen. Mereka sampaikan kemarin, 1-2 bulan lalu, saat datang ke kantor BPJS Kesehatan," ujarnya dalam webinar, Kamis (18/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan fraud di BPJS Kesehatan, sambung dia, merupakan hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil audit itu diminta oleh Kementerian Keuangan.
Kemudian, Kementerian Keuangan memanggil BPJS Kesehatan ketika membacakan hasil audit BPKP. Tujuannya, agar manajemen melakukan tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi dari BPKP.
"Jadi, kalau kita bicara tata kelola, predikatnya baik dan sangat baik. Terakhir di-assess (dinilai) oleh pihak ketiga, BPKP. Kemudian kita menjaga sekali wajar tanpa pengecualian dalam setiap audit oleh akuntan publik," jelasnya.
Lihat juga:HSBC PHK 35 Ribu Karyawan |
Justru, karena tata kelola BPJS yang baik itu, lanjut Fachmi, manajemen berhasil melakukan efisiensi hasil pemeriksaan pra-klaim sebesar Rp8,8 triliun. Kemudian, efisiensi hasil verifikasi sebesar Rp1,29 triliun dan efisiensi hasil pascaverifikasi sebesar Rp422,03 miliar.
Secara total, total efisiensi biaya sebesar Rp10,5 triliun hasil fraud detection system BPJS Kesehatan pada 2019. "Jadi, kalau kita bicara menyelamatkan uang negara dari potensi membayar yang tidak seharusnya pada 2019 itu Rp10,5 triliun," tutur Fachmi.
Selanjutnya, untuk memastikan hasil tersebut, BPK dan BPKP turun untuk melakukan audit. "Hasilnya, ternyata, kita tidak seburuk yang dibayangkan ya dalam konteks etika, moral dan pelayanan kita," tandasnya.