Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) mengungkap penyebab karut marut penyaluran bantuan sosial (bansos) dan bansos tunai (BLT) di tengah pandemi virus corona.
Menurut Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini lemahnya sinkronisasi dan pengolahan data antar Kementerian dan Lembaga terkait menjadi kunci terhambatnya penyaluran bansos tunai (BLT) dan BLT dana desa di lapangan.
"Kami melihat ada beberapa kesulitan manakala pengaturan data antar Kementerian/Lembaga terlibat dalam program penyaluran bantuan sosial tidak memiliki sinkronisasi proses bisnis bantuan sosial," katanya pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI pada Senin (22/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rini mengatakan ada sekitar delapan instansi yang dikerahkan demi mempercepat program penangggulangan kemiskinan selama pandemi virus corona, namun bukannya saling bersinergi, seluruh instansi yang berbeda tersebut malah bekerja sendiri-sendiri.
Ia mencontohkan data kependudukan di Kementerian Sosial selaku wali data penerima bansos yang tak sinkron dengan data petani penerima bansos Kementerian Pertanian maupun data nelayan penerima bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Belum lagi, pemerintah daerah (pemda) yang melakukan pendataan masing-masing tanpa melakukan sinkronisasi dengan Pemerintah Pusat. Setiap Kementerian dan Lembaga terkait, lanjutnya, juga memiliki standar yang berbeda-beda sehingga pembaruan data secara berkala pun tak seragam.
"Belum ada sinkronisasi dan integrasi bagi pemakaian data bansos. Seharusnya, data ini bisa berbagi pakai antar Kementerian/Lembaga yang berkaitan bantuan sosial. Kemudian, belum ada sinergitas antara Kementerian/Lembaga dengan pemda," tambah Rini lewat video conference.
Karenanya, untuk transformasi sistem pendataan, pemerintah mengembangkan satu data Indonesia di bawah komando Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/Bappenas. Data ini nantinya dapat digunakan oleh lintas Kementerian untuk berbagai manfaat.
Di kesempatan sama, anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Iskan Qolba Lubis mengkritik ketidaksiapan pemerintah dalam melakukan verifikasi data keluarga penerima bansos.
Ia juga menilai pemerintah kurang serius dalam menertibkan oknum pemda yang ogah-ogahan dalam menyalurkan bansos kepada penerima bansos di daerahnya masing-masing.
"Pemerintah harus tegas, kalau ada pemda yang tidak mengerjakan harus diberi sanksi," ucapnya.
Namun, ia juga mengingatkan pemerintah akan keadaan pendamping di daerah yang mungkin tidak familiar dengan teknologi dan tidak memiliki sistem memadai untuk pembaruan data. Untuk itu, ia menyarankan pemerintah untuk memberi waktu 2 bulan untuk pendampingan dan pelatihan perangkat daerah.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Achmad menilai kekacauan penyaluran dana bansos disebabkan oleh lemahnya sistem peninjauan pemerintah sampai ke level Kabupaten/Kota di mana ekspektasi penyaluran tak terpenuhi.
Ia menduga hal ini disebabkan oleh sumber daya manusia dan infrastruktur di daerah yang tak memadai. Karenanya, ia usul pemerintah untuk melibatkan perangkat daerah dalam merumuskan kebijakan agar tidak terjadi ketimpangan antara regulasi dan realisasi di lapangan.
"Pemerintah Pusat buat aturan sedemikian bagus tidak meninjau di bawah bagaimana SDM dan infrastruktur yang ada. Aturan bagus tapi enggak nyambung di bawah," pungkasnya.