Harga minyak mentah dunia turun pada akhir perdagangan Selasa (23/6) waktu setempat. Penurunan harga minyak terjadi karena laporan produksi kilang-kilang di Amerika Serikat meningkat.
Dilansir dari Antara, Rabu (24/6), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus turun 45 sen atau 1,0 persen menjadi US$42,63 per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli melorot 36 sen atau 0,9 persen menjadi US$40,37 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sentimen produksi AS membuat pelaku pasar berasumsi bahwa jumlah produksi akan membuat pasokan minyak Negeri Paman Sam mencapai rekor tertinggi dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini membuat harga minyak dunia langsung jatuh dan mengubah tren perbaikan yang sudah terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
American Petroleum Institute memperkirakan persediaan minyak AS akan meningkat lebih tinggi dari asumsi sebelumnya sekitar 1,7 juta barel. Sementara para analis di pasar keuangan AS memproyeksi stok minyak AS akan meningkat 300 ribu barel dari data terakhir.
Data terakhir menunjukkan stok minyak AS mencapai 539,3 juta barel per 12 Juni 2020. Sedangkan data resmi pasokan minyak AS akan dirilis pemerintah pada hari ini.
Pergerakan harga minyak dunia juga sedikit banyak terpengaruh cuitan Presiden AS Donald Trump yang menyatakan perjanjian hubungan datang dengan China akan 'sepenuhnya utuh'. Hal ini setidaknya meredakan pelaku pasar setelah sebelumnya resah karena Penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menyatakan hubungan dagang AS-China 'sudah berakhir'.
"Tampaknya kami mengalami beberapa hambatan teknis setelah menutup celah 6 Maret dan kemudian kami melihat aksi ambil untung," ujar mitra di Again Capital LCC John Kilduff.
Sebelumnya, harga minyak Brent dan WTI berhasil mencapai level tertinggi sejak jatuh pada 6 Maret 2020 lalu di tengah tekanan pandemi virus corona atau covid-19. Jatuhnya harga minyak dunia terjadi karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) ditambah Rusia atau dikenal OPEC+ gagal menyepakati rencana pemangkasan produksi.