Nasabah korban PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mempertanyakan integritas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap tugas dan fungsinya. Pertanyaan muncul menyusul penetapan salah satu pejabat aktif lembaga tersebut sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Jiwasraya.
Salah satu nasabah Ivander (31) menilai OJK telah menyalahgunakan wewenang mereka dalam mengawasi sektor jasa keuangan. Ia juga menyayangkan otoritas itu yang tidak bisa melindungi nasabah.
"Sangat disayangkan lembaga yang seharusnya memberikan kepercayaan dan perlindungan kepada nasabah malah menyalahgunakan wewenang mereka untuk tindakan yang seharusnya tidak mereka lakukan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku telah mempertanyakan fungsi OJK sebagai pengawas jasa keuangan dari awal kasus gagal bayar Jiwasraya terkuak. Menurutnya, apabila OJK menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan baik, maka korupsi Jiwasraya bisa dihindari.
Maklum, sesuai prosedur yang berlaku, OJK menerima laporan keuangan perusahaan jasa keuangan secara berkala. Dengan kata lain, bila OJK menjalankan fungsi pengawasan itu dengan baik, kasus Jiwasraya tidak mungkin terjadi.
"Fungsi lembaga itu apa? Kalau untuk melindungi dan mengawasi maka ini tidak mungkin terjadi. Dari segi logika sendiri kalau fungsi OJK didirikan untuk melindungi ini tidak mungkin terjadi," imbuhnya.
Namun demikian, ia berharap kewajiban perusahaan asuransi pelat merah itu kepada nasabah tidak dikaitkan dengan kasus hukum yang berjalan. Ia menilai dua hal tersebut adalah bagian terpisah, sehingga Jiwasraya tetap harus segera melunasi tunggakannya kepada nasabah.
"Misalnya perusahaan ada masalah hukum, sebagai pemilik tidak bisa biarkan karyawan terlantar karena kami punya tanggung jawab terpisah," katanya.
Senada, Agustin (38) mengaku tidak peduli siapapun oknum yang menyelewengkan dana Jiwasraya. Menurutnya, nasabah harus tetap menerima kembali hak-hak mereka terlepas dari masalah hukum yang berlaku.
"Saya tidak peduli mau tersangkanya siapa, saya tahunya saya beli sama Jiwasraya," tuturnya.
Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah segera turun tangan dalam memenuhi kewajiban kepada nasabah. Pasalnya, sebagai BUMN pemerintah adalah pemegang saham mayoritas Jiwasraya. Ia pun mengaku menempatkan dananya sebesar Rp1 miliar yang merupakan dana repatriasi di Jiwasraya lantaran percaya bahwa BUMN tidak pernah merugi.
"Orang bank pun nawarinnya ini aman karena 100 persen milik pemerintah, selama ini pemerintah tidak pernah gagal bayar kecuali pemerintah Indonesia bangkrut," katanya.
Untuk diketahui, Kejagung kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Jiwasraya. Salah satu tersangka merupakan pejabat aktif di OJK berinisial FH.
"Kemudian kedua, adalah 1 orang tersangka dari OJK atas nama FH," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono.
Hari menjelaskan bahwa tersangka saat ini menjabat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II Periode 2017-sekarang. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IIa periode Januari 2014-2017.
Sekadar informasi, kasus gagal bayar Jiwasraya mulai tercium oleh publik pada Oktober-November 2018. Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah saving plan sebesar Rp802 miliar. Hingga akhir 2019, perusahaan memiliki tunggakan polis jatuh tempo sebesar Rp12,4 triliun untuk periode Oktober-Desember.
Dalam perkembanya, kasus Jiwasraya juga merambah ranah hukum. Penyidikan Kejagung menyebut ada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana investasi pada aset-aset berisiko. Bahkan, pihak berwajib telah mengamankan sejumlah oknum yang terlibat dalam pelanggaran investasi Jiwasraya.
(ulf/agt)