Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap tiga calon deputi gubernur Bank Indonesia (BI). Dalam proses tersebut, sejumlah pertanyaan dilayangkan kepada calon deputi gubernur, mulai dari skema berbagi beban (sharing the pain) hingga isu cetak uang.
Anggota Komisi XI DPR RI Sarmuji, salah satunya, bertanya soal kebijakan burden sharing antara BI dengan pemerintah. Pertanyaan itu dilemparkan kepada calon deputi gubernur Aida S Budiman.
"Jika kondisi krisis ini terjadi dalam jangka waktu yang lama karena covid-19, ini tidak tahu bagaimana akhirnya, kira-kira apa yang ibu pikirkan tentang kerja sama BI dan pemerintah dalam usaha untuk percepat berakhirnya krisis ekonomi kita sekarang ini," ujarnya di Komisi XI DPR, Selasa (7/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skema burden sharing ini tengah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Sebagai gambaran, skema burden sharing ini mencakup tiga hal, salah satunya BI akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp397,56 triliun di pasar perdana. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai belanja manfaat publik atau public goods guna menangani dampak covid-19.
Sarmuji sendiri mengakui pembahasan skema burden sharing berlangsung alot. Oleh sebab itu, ia berharap calon deputi gubernur memiliki gagasan sistem burden sharing ke depannya guna mengantisipasi kondisi serupa di masa mendatang.
"Karena kalau melihat perdebatan Komisi XI, BI, dan pemerintah rasanya bisa dikatakan kami kemarin adu otot di samping adu otak. Tentunya, kami menguras otak mencari solusi pemulihan ekonomi nasional. Kami tidak ingin ke depan seperti itu lagi, kami ingin sistem yang mengatur kalau terjadi kondisi seperti ini lagi," terang Sarmuji.
Anggota Komisi XI lainnya, Rudi Hartono Bangun bertanya terkait cetak uang untuk menanggulangi dampak pandemi covid-19. Seperti diketahui, sebelumnya beredar usulan cetak uang dari sejumlah kalangan.
Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo menolak usulan pencetakan uang untuk membiayai penanganan dampak ekonomi dari virus corona. Alasannya, kebijakan moneter tersebut tidak lazim dilakukan oleh bank sentral.
"Ada pemikiran yang ingin mencetak uang dan ada pemikiran lain juga dari BI tidak ingin cetak uang lebih banyak. Saya ingin tanya antara dua pemikiran ini mana yang lebih baik untuk kondisi negara kita yang dibilang kekurangan lah, defisit," ucapnya.
Selain pertanyaan di atas, Aida juga memperoleh pertanyaan terkait kebijakan moneter, stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah era suku bunga rendah, pengembangan sektor UMKM, tantangan era digital, dan sebagainya.
Selain Aida, Komisi XI DPR juga menggelar fit and proper test kepada calon deputi gubernur lainnya, yakni Juda Agung dan Doni P Joewono.
Fit and proper test dilakukan selama dua hari, yaitu Selasa dan Rabu pada 7-8 Juli 2020 di Jakarta. Salah satu calon, Juda Agung, saat ini menjabat sebagai Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial.
Sementara, Aida menjabat sebagai Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter, dan Doni P Joewono menjabat sebagai Direktur Eksekutif Kepala Departemen SDM.