Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga berharap kerugian PT BNI (Persero) Tbk sebesar Rp1,7 triliun bisa dikembalikan, usai pemerintah melakukan ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowo, buronan dari Serbia ke Indonesia.
"Mudah-mudahan selama proses hukum di Indonesia itu juga bisa membawa dampak bahwa kerugian yang dialami oleh BNI bisa dikembalikan oleh tersangka dengan kembalinya ke Indonesia," tutur Arya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (9/7).
Kementerian BUMN, lanjut Arya, mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam melakukan ekstradisi terhadap Maria dari Serbia ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walaupun, ia menyebut Indonesia sendiri tidak memiliki hubungan ekstradisi dengan Serbia. Pun demikian, hal itu tidak menghalangi upaya pemerintah dalam melakukan ekstradisi terhadap Maria.
"Walaupun Serbia tidak memiliki hubungan ekstradisi di Indonesia tapi (Maria) berhasil dibawa ke Indonesia. Kami juga berterima kasih kepada duta besar Indonesia di Serbia yang telah membantu proses ini," terang Arya.
Diketahui, Maria adalah salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Ia lahir di Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958.
Selama 17 tahun pelarian, Maria telah singgah ke berbagai negara. Maria bahkan telah tercatat sebagai warga negara Belanda sejak 1979.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, namun ditolak.
Pemerintah Kerajaan Belanda hanya memberikan opsi agar proses persidangan Maria dilakukan di Belanda.
Kasus Maria sendiri bermula saat BNI mengucurkan pinjaman senilai US$136 juta dan 56 juta euro kepada PT Gramarindo Group pada Oktober 2002 hingga Juli 2003 silam. Perusahaan itu merupakan milik Maria.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi bank pelat merah itu.
Pada Juni 2003 silam, BNI mengendus sesuatu yang tidak beres dalam transaksi keuangan PT Gramarindo Group. Mereka pun melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 atau sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Kemudian, tim khusus Mabes Polri menemukan keberadaan Maria di Belanda. Maria juga sering bolak-balik Belanda-Singapura. Namun, upaya pemerintah menangkap yang bersangkutan gagal karena Maria tercatat berkewarganegaraan Belanda.
Saat itu, pemerintah Belanda menolak permintaan ekstradisi dari RI. Namun perburuan terhadap Maria tak berhenti. Babak baru perburuan terjadi ketika Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019.
Sebelumnya, Yasonna mengatakan pemerintah Serbia sangat kooperatif dan mendukung permintaan ekstradisi dari Indonesia. Menurutnya, hal itu karena hubungan baik kedua negara.
"Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa," jelas Yasonna.