Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terpantau bergerak fluktuatif usai penangkapan Maria Pauline Lumowa, tersangka pembobolan Rp1,7 triliun.
Pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis (9/7), saham bank pelat itu dibuka pada posisi Rp4.820 per saham, naik dari penutupan kemarin Rp4.800 per saham.
Namun, 10 menit setelah pembukaan saham dengan kode BBNI itu justru merosot usai ramai pemberitaan ekstradisi Maria dari Serbia. Saham BNI terus bergerak fluktuatif hingga mencapai posisi terdalam pada perdagangan sesi I ini di level Rp4.740 per saham.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara perlahan, sahamnya kembali bergerak menguat hingga mencapai posisi Rp4.800 per saham pada penutupan perdagangan sesi I. Posisi ini terpantau stagnan dibandingkan harga pembukaan perdagangan.
Namun, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menyatakan pelemahan saham BNI pagi ini disebabkan faktor teknikal. Pasalnya, saham BNI sudah melambung tinggi dalam beberapa waktu terakhir.
Mengutip RTI Infokom, saham BNI menguat 4,58 persen dalam sepekan terakhir. Bahkan, pada penutupan perdagangan kemarin, saham BNI naik 4,35 persen atau 200 poin ke level Rp4.800.
"Kenaikannya agak tinggi jadi koreksi di pasar cukup sehat," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Terkait penangkapan Maria, ia memastikan sentimen tersebut tidak berpengaruh pada pergerakan saham BNI. Analisanya, kejadian pembobolan kredit tersebut sudah berlangsung lama, atau sejak 18 tahun lalu.
"Perusahaan pastinya sudah menetapkan cadangan kerugian, sehingga tidak ada pengaruh," paparnya.
Sebaliknya, penangkapan Maria justru menjadi sentimen positif bagi bank pelat merah itu. Asal, aparat hukum berhasil mendalami kasus tersebut sehingga terjadi pengembalian dana kepada perseroan.
"Dalam jangka pendek saham BNI masih bisa menguat karena relatif murah dibandingkan dengan bank yang lain," ucapnya.
Untuk diketahui, Maria membobol kas BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Kronologinya, pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, BNI mengucurkan pinjaman senilai US$136 juta dan 56 juta euro Eropa atau setara Rp1,7 Triliun dengan asumsi kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group. Perusahaan merupakan milik Maria dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari bank yang bukan merupakan bank korespondensi BNI. Meliputi, Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan. Ternyata perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, Maria sudah lebih dulu terbang ke Singapura pada September 2003, tepat sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.