Peneliti Minta Pemerintah Seriusi Ancaman Krisis Pangan

CNN Indonesia
Rabu, 15 Jul 2020 13:58 WIB
Buruh membongkar beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur (8/11).( CNN Indonesia/ Hesti Rika)
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai perdagangan antarnegara dapat membantu ketahanan pangan di tengah pandemi. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia --

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) meminta pemerintah seriusi ancaman krisis pangan yang disampaikan FAO beberapa waktu lalu. Keseriusan mereka minta dilakukan dengan menggenjot  perdagangan antarnegara supaya dapat membantu Indonesia meningkatkan ketahanan pangan di tengah pandemi virus corona.

Ketahanan pangan penting untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman itu. Kepala Riset CIPS Felippa Ann Amanta mengatakan peringatan disampaikan karena tidak mudah untuk menjaga ketahanan pangan bagi penduduk Indonesia. Pasalnya, menurut Global Hunger Index 2019, Indonesia saat ini masih berjuang melawan kelaparan pada tingkat "serius".

Di saat yang sama, pandemi menyebabkan turunnya kinerja perdagangan dan investasi internasional. Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization/WTO) memperkirakan, perdagangan internasional menyusut 13 persen hingga 32 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) juga memperkirakan aliran investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) turun di kisaran 30 persen hingga 40 persen pada 2020.

"Salah satu yang terpengaruh adalah pangan dan pertanian yang berhubungan langsung dengan ketahanan pangan," jelas Felippa dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (15/7).

Kekurangan pangan atau inflasi pangan akan membahayakan penduduk, terutama kaum miskin yang rentan yang bahkan pada hari-hari biasa dapat menghabiskan hingga 60 persen dari pendapatan untuk makanan.

Karenanya, Indonesia perlu bekerja sama dan memastikan bahwa perdagangan pangan global dapat tetap berjalan. Misalnya, dengan menurunkan hambatan perdagangan untuk mengimpor bahan pangan.

Sekalipun skenario terburuk, negara-negara lain tidak bekerja sama dalam perdagangan global, Indonesia masih dapat memperoleh manfaat dari fasilitas impor yang lebih cepat yang memungkinkan kita untuk membeli ketika harga masih rendah.

"Menurunkan hambatan perdagangan juga dapat membantu Indonesia mendiversifikasi negara tujuan impor untuk melakukan perlindungan nilai atas risiko perdagangannya jika negara lain memutuskan untuk menutup ekspor mereka," jelasnya.

Kendati demikian, Felippa mengingatkan perdagangan tidak boleh mengabaikan berbagai protokol terkait kesehatan dan keselamatan untuk memastikan keselamatan pekerja yang terlibat di dalamnya.

Berdasarkan riset CIPS, kebijakan proteksionis akan membuat pemenuhan kebutuhan terlambat yang akan dibayar mahal.

Dengan volatilitas pasar pangan global dan dengan melemahnya nilai tukar rupiah menjadi sekitar Rp16 ribu per dolar AS, keterlambatan pemrosesan impor dapat membebani pemerintah dengan biaya yang signifikan.

Biaya ini dapat dialokasikan untuk peralatan medis dan peralatan pengujian Covid-19 yang memiliki urgensi lebih besar saat ini.

"Contohnya, impor gula, bawang putih, dan bawang bombay Indonesia telah tertunda karena kebijakan pembatasan impor dan telah menyebabkan harga melonjak," tambahnya.

Berdasarkan penelitian CIPS, proses impor beras yang cepat dapat membantu Bulog menghemat lebih dari Rp330 miliar pada periode 2010 dan 2017.

[Gambas:Video CNN]



(sfr/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER