Wakil Ketua Bidang Maritim DPP Gerindra Bambang Haryo Soekartono mengungkapkan sejumlah alasan di balik ekspor benih lobster. Menurutnya, hasil benih lobster atau benur di Indonesia sangat melimpah.
"Lobster di Indonesia ini antara 1 miliar sampai ada yang mengatakan 150 miliar," ujarnya dalam sebuah diskusi, Jumat (10/7).
Meski melimpah, lanjutnya, namun kesempatan hidup benih lobster untuk menjadi lobster dengan ukuran berat 200 gram, hanya 1 persen. Oleh sebab itu, jika tidak ditangkap maka benih tersebut justru tidak dimanfaatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi tersebut, kata dia, berbanding terbalik dengan Vietnam. Ia bilang hasil benih lobster di Vietnam hanya berkisar 2 juta sampai 3 juta. Sedangkan kebutuhan konsumsi di Vietnam tembus 150 juta hingga 150 juta tiap tahunnya.
Oleh sebab itu, ia mengaku sempat kaget saat muncul aturan yang melarang penangkapan benih lobster di bawah 200 gram. Bahkan, ia mengklaim sempat menerima keluhan dari sejumlah nelayan yang tidak bisa menangkap benih lobster.
"Kalau kami datang ke Banyuwangi dan Lombok Tengah kami tampung saja keluhan-keluhan mereka, kasihan mereka banyak sekali potensi tapi tidak bisa tangkap karena setiap kali menangkap pasti akan ditangkap pihak berwajib," ucapnya.
Lihat juga:Erick Thohir Copot Bos Perinus |
Karenanya, ia menyatakan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membuka kembali keran ekspor benih lobster membawa angin segar bagi nelayan lobster. Sebab, selain memiliki potensi yang benih lobster yang melimpah ia mengklaim budidaya lobster di Indonesia sulit.
Alasannya, pembudidayaan sulit mendapatkan pakan lobster, sehingga harus impor dari Chili.
"Kenapa lobster kesulitan budidaya di Indonesia? Beda dengan Vietnam karena pakan lobster di Indonesia kurang dan sangat mahal," ucapnya.
Namun, perwakilan nelayan dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Amin Abdullah menampik pernyataan Bambang tersebut. Sebagai orang yang sudah puluhan tahun berkecimpung di budidaya lobster, ia menyatakan budidaya lobster mampu menopang ekonomi masyarakat.
Dari usaha rakyat pesisir itu, lanjutnya, warga menggantungkan nafkah sehari-hari hingga kebutuhan untuk sekolah putra putrinya.
"Jadi, saya heran kalau ada pejabat apalagi ahli lobster yang mengatakan tidak layak budidaya lobster itu dikembangkan karena merugikan, ini juga perlu dipertanyakan," ucapnya.
Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah bisa memberikan intervensi pada budidaya lobster. Caranya, kata dia, melalui transfer teknologi, keterampilan, hingga pendidikan kepada nelayan lobster.
Toh, kata dia, nelayan lobster di Lombok Timur memiliki pengalaman mumpuni lantaran bertahun-tahun lamanya berkecimpung di bidang tersebut. Harapannya, Indonesia bisa bersaing dengan Vietnam dalam produksi lobster.
Saat ini, Vietnam tersohor di dunia dengan lobsternya, padahal panjang pantai Vietnam sama halnya dengan panjang pantai Lombok Timur.
"Selama ini intervensi dari pemerintah kurang. Justru kebijakan pemerintah yang menghancurkan kegiatan budidaya, itu persoalannya," katanya.
Seperti diketahui, Edhy Prabowo telah mencabut aturan larangan ekspor benih lobster. Kebijakan itu kontras dengan aturan dari Menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti.
Pencabutan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.