Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong (AHKFTA) berpotensi menggenjot ekspor dan meningkatkan akses pasar barang dan jasa produk Indonesia. Pasalnya, perjanjian perdagangan bebas yang berlaku mulai 4 Juli 2020 lalu itu akan menghapus sejumlah tarif impor barang.
"Ada 4.956 pos tarif yang dihapus atau nol persen. Penghapusan ini artinya daya saing harga produk Indonesia akan terdongkrak dibandingkan produk serupa dari negara lain. Pelaku usaha diharapkan dapat memanfaatkan peluang ini," ujar Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (9/7).
Menurut Jerry, pemberlakuan perjanjian AHKFTA sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo untuk memperkuat struktur ekonomi Indonesia, salah satunya dengan meningkatkan ekspor. Hong Kong sendiri merupakan pintu gerbang perdagangan barang dan jasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan pemberlakuan AHKFTA, produk-produk Indonesia akan dipermudah berkaitan dengan tarif sehingga meningkatkan daya saing di kawasan regional maupun global.
Selain itu, Jerry juga mengingatkan, AHKFTA tidak hanya soal perdagangan produk barang, tetapi juga jasa, pengamanan perdagangan, standardisasi, kerja sama ekonomi, kerja sama teknis, hak kekayaan intelektual, dan ketentuan lainnya. Untuk itu harus dimanfaatkan dengan baik.
"AHKFTA akan menjadi peluang besar bagi pelaku usaha di banyak sektor, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM)," tegas Jerry.
Selama ini, Indonesia merupakan eksportir produk-produk hasil tambang dan kerajinan ke Hong Kong. Ekspor Indonesia ke Hong Kong antara lain produk perhiasan, batu bara, emas, peralatan komunikasi, sarang burung walet, elektronik, dan tembakau.
Sementara, impor utama Indonesia dari Hong Kong yaitu peralatan komunikasi, emas, rambut palsu, tekstil dan produk tekstil, serta produk besi.
Pada sektor jasa, Hong Kong memberikan komitmen pembebasan masuknya jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa konstruksi, jasa keuangan, jasa pariwisata dan jasa transportasi dengan rata-rata kepemilikan modal asing mencapai 100 persen.
Sebagai imbal balik, Indonesia memberikan komitmen liberalisasi pada sektor jasa konstruksi, jasa keuangan nonbank, dan jasa pariwisata, dengan partisipasi kepemilikan modal asing sebesar 49─51 persen.
Perjanjian bebas kedua negara juga dapat dimanfaatkan untuk ekspansi bisnis dan menggerakkan ekonomi dalam negeri. Dalam hal ini, pengusaha Indonesia bisa berekspansi bisnis dengan kepemilikan 100 persen di Hong Kong.
Hal ini juga berlaku sebaliknya di dalam negeri, para pelaku usaha Indonesia bisa bermitra dengan pengusaha Hong Kong untuk meningkatkan investasi di sektor keuangan dan sektor riil.
"Ada kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dari aspek tarif sehingga AHKFTA akan memperkuat daya saing industri manufaktur dan UKM," pungkas Jerry.