Peneliti Senior INDEF Aviliani menilai resesi ekonomi yang menghantam Korea Selatan akan menguntungkan Indonesia. Ia menyebut akan semakin banyak perusahaan luar yang akan memindahkan investasinya dari Negeri Ginseng ke Indonesia.
Menurut Aviliani hal ini terbukti dari beberapa perusahaan, terutama perbankan yang berkomitmen menanamkan dananya di RI.
"Korea Selatan sendiri dampaknya ke Indonesia nggak besar, malah kita diuntungkan. Dengan resesi malah kita akan diuntungkan karena banyak investasi yang masuk," katanya lewat video conference, Kamis (23/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, Aviliani melihat Indonesia memiliki potensi pemulihan yang lebih baik usai pandemi corona.
Kalau pun Indonesia mengalami kontraksi selama 6 bulan berturut-turut dan masuk ke jurang resesi, ia mengatakan dunia akan menilai resesi yang menimpa RI akibat dari kurangnya belanja anggaran pemerintah.
Namun, jika pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat selamat dari resesi, ia menilai Indonesia bakal menjadi ladang subur investasi asing.
"Kalau nanti Indonesia masuk resesi, orang melihat belanja pemerintah masih belum penuh dan pasar kita setelah pandemi corona masih dilihat bagus," lanjutnya.
Ia juga menyebut jika Indonesia berhasil mengelak dari urutan resesi, rupiah berpotensi menjadi salah satu mata uang terkuat beriringan dengan masuknya investasi asing.
"Berharap pada kuartal III tidak negatif, kalau positif akan jauh lebih baik lagi dana-dana dari Korea Selatan dan negara resesi lainnya akan masuk, rupiah juga harus siap-siap terus menguat dengan investasi," pungkasnya.
Diketahui, Korea Selatan masuk ke jurang resesi pertama kalinya dalam 17 tahun terakhir. Resesi menghantam Negeri Ginseng akibat pandemi covid-19 karena anjloknya ekspor.
Bank of Korea mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) Korsel terjun 3,3 persen pada kuartal II atau periode April-Juni dibanding kuartal sebelumnya yang terkontraksi 1,3 persen.
Penurunan pertumbuhan ekonomi per kuartal ini bahkan menjadi yang terburuk setelah resesi 1998 silam.
Ekspor terjun bebas 16,6 persen atau tercuram sejak 1963 silam. Sementara, impor terjungkal sebesar 7,4 persen.
Namun, konsumsi rumah tangganya naik 1,4 persen karena pengeluaran yang lebih tinggi untuk barang tahan lama seperti mobil dan peralatan rumah tangga.