Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan sekitar 22 persen dari total penarikan utang pemerintah berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk.
Penggunaan sukuk, lanjutnya, diprioritaskan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur umat muslim.
"Financing sukuk juga membiayai berbagai proyek infrastruktur seperti revitalisasi asrama haji, kampus-kampus, dan jalan seperti jembatan, jalur kereta, hingga taman nasional," ungkap Ani, sapaan akrabnya di forum diskusi Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Kamis (23/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, nilai pembiayaan proyek pembangunan dari sukuk mencapai Rp118,26 triliun pada 2019. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan kontribusinya meningkat sekitar Rp27,3 triliun menjadi Rp145,56 triliun.
Tak hanya itu, penerbitan sukuk sejatinya juga memberi kontribusi pada perkembangan ekonomi syariah di dalam negeri. Khususnya, sektor keuangan syariah, baik perbankan, pembiayaan, hingga pasar modal syariah.
Kontribusinya pun positif, sehingga pemerintah berusaha untuk terus mengembangkan produk-produk keuangan syariah. Salah satunya Wakaf Link Sukuk.
"Wakaf adalah salah satu amalan dalam mewujudkan kesalehan sosial kita di samping zakat, infaq, sedekah. Pemerintah terbitkan sukuk negara yang link dengan wakaf agar bisa dioptimalkan untuk pembiayaan proyek dan kegiatan sosial yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelasnya.
Di sisi lain, Ani yang juga menjabat sebagai Ketua Umum IAEI mengatakan penerbitan surat utang pemerintah memang semakin diminati oleh masyarakat dan investor. Hal ini tercermin dari tingginya penawaran yang masuk.
Sepanjang Januari-Juni 2020, pemerintah setidaknya mendapatkan penawaran di lelang penerbitan surat utang mencapai Rp1.423 triliun. Sementara tingkat imbal hasil (yield) justru terus menurun.
"Kepercayaan pasar menguat muncul dalam bentuk penurunan yield SBN yang terus berlanjut," jelasnya.
Di saat yang sama, pemerintah tahun ini perlu menarik utang lebih banyak ini demi memenuhi kebutuhan penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19.