Ekonom Lihat Anomali dalam RAPBN 2021

CNN Indonesia
Selasa, 08 Sep 2020 17:37 WIB
Pendiri Indef Didin Damanhuri menyebut ada anomali RAPBN 2021 karena tak memiliki dasar yang kuat untuk menangani pandemi virus corona.
Pendiri Indef Didin Damanhuri menyebut ada anomali RAPBN 2021 karena tak memiliki dasar yang kuat untuk menangani pandemi virus corona.(ANTARA FOTO/Galih Pradipta).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pendiri sekaligus ekonom Indef Didin Damanhuri menyebut ada anomali (kejanggalan) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021. 

Pasalnya, rancangan yang dibuat tak mencerminkan dasar yang kuat untuk menopang tujuan pemerintah yaitu menangani pandemi covid-19 dan bangkit (rebound) secara ekonomi. 

Ia menilai pada RAPBN 2021 pemerintah meninggalkan sisi permintaan (demand) dan menambah alokasi sisi pasokan (supply). Tengok saja anggaran pembangunan infrastruktur yang naik dari Rp281,1 triliun pada 2020 menjadi Rp414 triliun tahun depan. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, menurut Didin meski pembangunan infrastruktur memiliki efek domino terhadap pertumbuhan, namun tak mendesak dan cenderung menguntungkan korporasi.

Sebaliknya, ia menilai anggaran akan jauh lebih efektif untuk mengakselerasi pertumbuhan jika diberikan untuk program pro konsumsi masyarakat kecil.

"Menurut saya agak aneh memang, RAPBN 2021 ini pendekatan demand side ditinggalkan, bisa lihat paling aneh adalah peningkatan anggaran infrastruktur. Meningkat dari Rp281 triliun menjadi Rp414 triliun. Ini adalah anomali dari penyusun fiscal policy yang ada di Kemenkeu dengan panglimanya Menteri Keuangan Sri Mulyani," ungkapnya pada diskusi daring Indef, Menguji Target Pembangunan 2021, Selasa (8/9).


Tak hanya RAPBN tahun depan, dia juga ikut mengkritisi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN). Dari total Rp356,5 triliun, anggaran kesehatan hanya senilai Rp25,3 triliun.


Dengan besaran tersebut, ia menyebut ada indikasi pemerintah tak akan menyediakan vaksin covid-19 secara massal. Ia menyayangkan hal tersebut, sebab Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa fokus utama penerima dalam menangani pandemi adalah kesehatan dan keselamatan masyarakat.

"Catatan dari saya, sering kali ekonom dan pengambil keputusan menganggap biaya menyelamatkan jiwa sebagai cost (beban). Padahal biaya kesehatan adalah penyelamatan jiwa, penyelamatan pelaku ekonomi, pelaku pembangunan dan pelaku kesehatan," terang dia.

Selain itu, dana PEN untuk pelaku mikro, kecil, dan menengah pun dipangkas dari Rp123,46 triliun pada 2020 menjadi hanya Rp48,8 triliun. Padahal, UMKM menyerap lebih dari 90 persen tenaga kerja dan berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap PDB.

Oleh sebab itu, ia menyebut rancangan APBN tidak solid dan sarat akan pesan kompromi. "RAPBN ini memang tidak solid dan tidak fokus ke penanganan kesehatan dan meningkatkan daya beli, ada pesan kompromistik," pungkasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa pihaknya tengah merancang perubahan pos anggaran PEN 2021. Langkah ini dilakukan sesuai dengan hasil rapat dengan Presiden Jokowi dan para menteri anggota Kabinet Indonesia Maju yang lainnya.


Sri Mulyani mengatakan Jokowi dan para jajaran menteri melihat alokasi anggaran PEN 2021 cukup rendah, yaitu Rp356,5 triliun. Alokasi anggaran itu hanya sekitar 51,28 persen pagu tahun ini yang Rp695,2 triliun.

"Saat bicara tentang PEN yang lebih rendah, namun Bapak Presiden dan beberapa menteri masih akan melakukan perubahan alokasi, nah ini yang kami selalu coba antisipasi," pungkas Sri Mulyani.

[Gambas:Video CNN]



(wel/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER