Keluh Pengusaha di PSBB Total, dari PHP hingga Stok Mubazir

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Senin, 14 Sep 2020 10:28 WIB
Pengusaha mengeluhkan larangan makan di tempat bagi bisnis restoran di era PSBB total. Padahal, pengusaha telah memanggil karyawan kembali dari kampung.
Pengusaha mengeluhkan larangan makan di tempat bagi bisnis restoran di era PSBB total. Padahal, pengusaha telah memanggil karyawan kembali dari kampung, termasuk memasok bahan makanan. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma).
Jakarta, CNN Indonesia --

Beberapa pesan singkat yang masuk ke aplikasi Whatsapp Susanty Widjaja, pengusaha restoran, seketika terabaikan saat mendengar kabar akan ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lagi di DKI Jakarta dalam waktu dekat. 

Suasana hati yang semula riang pun berubah jadi kelabu. Sebab, kabar PSBB yang didengarnya rupanya bukan bohong atau hoaks, tapi dipublikasikan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Rabu (9/9).

Rencana ekspansi bisnis usaha waralaba restoran Bakmi Naga, hasil warisan keluarga, di tengah PSBB transisi pun pupus. Begitu juga dengan keinginan mempekerjakan lagi puluhan karyawan yang sempat dirumahkannya karena kebijakan PSBB pada April lalu. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Manager-manager resto saya yang sebelumnya sudah WA (Whatsapp) soal rencana rekrut pegawai kami pun bingung saya jawabnya. Sampai akhirnya mau tidak mau saya bilang hold (tahan) dulu, tunggu dulu kondisinya nanti seperti apa," bagi Susan yang sehari-hari menjabat sebagai Direktur Utama Bakmi Naga, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Senin (14/9). 

Padahal, ketika PSBB sudah memasuki masa transisi ke tatanan hidup baru (new normal), ada rencana rekrutmen pegawai yang sudah ditatanya. Ia berniat memboyong kembali para pekerjanya yang sempat dirumahkan dan pulang kampung karena tak kuat menggaji saat masa-masa awal pandemi virus corona atau covid-19. 

"Dari kampung-kampung kami panggil, ada yang WA (pesan Whastapp) juga tanya dan minta kembali, sekarang tidak bisa kami panggil lagi," katanya. 

Ia juga khawatir akan menjadi pemberi harapan palsu alias PHP kepada beberapa pegawai yang sudah sempat direkrut kembali saat PSBB transisi. Sebab, ada potensi pegawai akan kembali dikurangi karena Pemprov DKI Jakarta tak memperbolehkan restoran memberi layanan makan di tempat (dine in) saat PSBB total. 

"Otomatis, kami nanti tidak butuh lagi waiters (pelayan) untuk antar makanan di resto, wong tidak ada dine in. Yang di dapur, yang cuci piring, itu juga bukan tidak mungkin justru harus dikurangi lagi," ucapnya. 

"Masalahnya yang dari kampung, sudah ada beberapa pegawai yang kembali ke Jakarta karena sudah direkrut, tapi nanti mereka jadi pulang kampung lagi karena harus dikurangi," sambungnya. 

Dalam hitungannya, Susan mengatakan setidaknya sudah merumahkan sekitar 50 persen pelayan tamu di sejumlah restorannya pada masa PSBB pertama. Sementara, pegawai di bidang dapur dan cuci dipangkasnya sekitar 30 persen. 

Dari jumlah itu, secara total ada 10 persen sampai 20 persen yang sudah direkrut pada masa PSBB transisi. Namun, pegawai-pegawai ini pula yang kemungkinan nantinya akan jadi sasaran dirumahkan lagi saat PSBB total berlangsung. 

Suasana salah satu rumah makan, restoran dan cafe di Jakarta, Sabtu, 12 September 2020. Karena penyebaran COVID-19 dalam posisi mengkhawatirkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total mulai 14 September 2020, diantaranya dengan memberlakukan larangan kegiatan di tempat umum, larangan makan di restoran, kegiatan sekolah dan bekerja dilakukan di rumah, penutupan tempat wisata, pembatasan akses keluar masuk DKI Jakarta, serta pelarangan kegiatan dengan jumlah jemaah besar di tempat ibadah. CNN Indonesia/Adhi WicaksonoSuasana salah satu rumah makan, restoran dan cafe di Jakarta, Sabtu, 12 September 2020. Karena penyebaran COVID-19 dalam posisi mengkhawatirkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total mulai 14 September 2020, diantaranya dengan memberlakukan larangan kegiatan di tempat umum, larangan makan di restoran, kegiatan sekolah dan bekerja dilakukan di rumah, penutupan tempat wisata, pembatasan akses keluar masuk DKI Jakarta, serta pelarangan kegiatan dengan jumlah jemaah besar di tempat ibadah. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

"Jumlah pastinya masih dibicarakan oleh manager-manager saya hari ini, karena perlu lihat dulu kan kondisi pasarnya seperti apa per hari pertama ini," tuturnya. 

Tak hanya masalah pegawai, Susan yang juga aktif di Asosiasi Lisensi Indonesia (Asensi) pusing bukan kepalang dengan stok bahan makanan yang sudah terlanjur dibelinya.

Apalagi, pesanan bahan makanan sempat ditambah karena mencoba peruntungan membuka cabang baru di Rest Area Palm Square KM 13,5, Serpong Tangerang. 

"Saat PSBB transisi, pikir saya mungkin bisa tetap buka cabang baru asal bukan di mal, di tempat sendiri, yang sewanya lebih murah, seperti di rest area, jadi pesan stok bahan makanan, tapi ini sekarang justru berpotensi tidak terpakai, rugi," curhatnya. 

"Ini yang kurang dilihat pemerintah, mereka tidak tahu susahnya jadi pengusaha resto, itu bahan baku kami kan bukan seperti sepatu dan baju yang disimpan tetap sama kualitasnya. Ini nanti mau tidak mau bisa terbuang, rugi kami," tambahnya. 

Ujungnya, arus kas (cash flow) pun akan ikut 'ruwet'. Sebab dana yang dimiliki sudah terlanjur dipakai, namun dana yang kembali ke kasir-kasir restoran tidak sama besar. 

"Cash flow parah banget, no cash in, padahal biaya sewa terus jalan juga, tapi ya bagaimana mau marah-marah juga percuma, karena tidak ada juga bantuan," ungkapnya. 

Menurut Susan, mirisnya kondisi restorannya dan juga nasib sesama kolega pebisnis resto lainnya terjadi karena pemerintah yang kurang tegas. Baginya, andai saja, pemerintah rela mengeluarkan keputusan penguncian wilayah (lockdown) secara ketat pada awal kasus covid-19 ditemukan, mungkin PSBB untuk kedua kalinya tak perlu dilakukan. 

Sayangnya, kebijakan PSBB awal yang tak terlalu ketat justru membuat penyebaran covid-19 tetap ada. Bahkan, ia meyakini puncak gelombang pertama penyebaran covid-19 pun belum terjadi di Indonesia. 

"Karena kan biasanya akhir first waves itu kalau kematian sudah sempat nol pertambahannya, ini kita first waves saja belum. Kadang iri juga dengan teman-teman saya di Taiwan, di negara-negara lain, mereka ketat, jadi sekarang sudah bisa jalan bisnisnya, sudah bisa pameran waralaba lagi, dan lainnya," katanya. 

Setali tiga uang, keluhan soal PSBB total juga datang dari Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran. Ia khawatir stok bahan makanan yang sudah jauh-jauh hari dipesan akan bernasib sama dengan kondisi saat PSBB pertama, yaitu disumbang ke kebun binatang. 

"Kan stok sudah dipesan, nanti seperti PSBB dulu, ujungnya terbuang, ada yang kami sumbangkan ke kebun binatang. Ini bukan masalah sumbangnya saja, tapi cost," ujar Maulana. 

Oleh karena itu, Maulana meminta pemerintah agar tidak mengeluarkan kebijakan secara mendadak. Sebab, bagi dunia usaha semua hal harus ada kalkulasinya. 

Ia pun meminta pemerintah turut berbagi beban dengan pengusaha. Misalnya, ketika restoran tidak bisa beroperasi penuh, maka pungutan pajaknya juga ditunda dulu. 

Ketentuan ini memang sudah ada, tapi belum terasa betul implementasinya di lapangan. 

"Maka konsekuensinya, harus ada tanggung jawab pemerintah juga, jangan bebankan ke kami saja, istilahnya sharing the pain," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]



(bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER