BPJS Kesehatan mengatakan terdapat 46.084 klaim pasien covid-19 yang diajukan oleh rumah sakit (RS) mengalami dispute atau ketidaksesuaian dengan aturan Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan dispute terjadi karena kurang sosialisasi mengenai dokumen yang harus diberikan ketika melakukan klaim. Di sini, data yang dikumpulkan RS seringkali belum sesuai dengan syarat yang dibuat pemerintah.
"Masalah utama ya data, data yang dibutuhkan apa? Pasien yang terkena virus corona kan dibiayai semua, jadi masalahnya di data," ungkap Timboel kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Dampak Kelas BPJS Dihapus Bagi Peserta |
Oleh karena itu, Timboel bilang sebenarnya pemerintah sudah memiliki tim yang menangani dispute klaim pasien covid-19 dari rumah sakit ke pemerintah atau BPJS Kesehatan.
Tim ini yang akan menelisik lebih detail poin-poin apa saja yang menjadi persoalan dispute tersebut. "Ada tim dispute untuk tangani persoalan data. Ini kan ada perbedaan persepsi antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit," terang Timboel.
Menurutnya, masalah dokumen atau data yang harus dikumpulkan rumah sakit ke BPJS Kesehatan atau rumah sakit ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan mudah.
Pemerintah atau BPJS Kesehatan hanya perlu melakukan sosialiasi lebih intens mengenai dokumen apa saja yang harus diberikan dalam mengajukan klaim dari rumah sakit.
"Tinggal disosialisasikan. Ini kan dokumen jadi persoalan. Ketentuannya kan dokumen diserahkan ke BPJS Kesehatan dan diverifikasi maksimal 7 hari, kalau oke diberikan ke Kementerian Kesehatan diverifikasi maksimal 3 hari. Kalau oke, dana disalurkan ke rumah sakit," jelas Timbeol.
Ia mengingatkan agar dispute klaim pasien covid-19 dari rumah sakit ke BPJS Kesehatan atau pemerintah segera diselesaikan. Jangan sampai, hal ini membuat arus kas rumah sakit menjadi terganggu.
"Ini proses harus dipercepat, kalau tidak dibayar ke rumah sakit itu ganggu arus kas rumah sakit," ucap Timboel.
Senada, Pengamat Asuransi atau anggota Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Dedy Kristianto mengatakan dispute terjadi karena berkas yang diberikan rumah sakit tidak lengkap dan tak sesuai dengan ketentuan. Data yang dibutuhkan salah satunya seperti bukti hasil laboratorium.
"Nah kemungkinan itu tidak sesuai. Itu bisa saja terjadi sehingga ditolak klaimnya," kata Dedy.
Maka itu, ia juga menyarankan pemerintah dan BPJS Kesehatan kembali melakukan sosialisasi secara masif ke tiap rumah sakit mengenai dokumen apa saja yang harus dilampirkan untuk mengajukan klaim pasien covid-19. Ini untuk meminimalisir dispute yang terjadi selanjutnya.
"Misalnya bisa juga ketika Kementerian Kesehatan menemukan dispute, mereka bisa melakukan mapping. Identifikasi dan solusinya apa. Kemudian dikomunikasikan ke BPJS Kesehatan. Nanti BPJS Kesehatan yang melakukan sosialisasi ke rumah sakit," papar Dedy.
Ia menekankan bahwa petunjuk teknis pengajuan klaim sangat penting. Dengan demikian, jumlah klaim yang bermasalah bisa ditekan. "Ini kurang sosialisasi. Petunjuk teknis itu penting," imbuh dia.
Hanya saja, ia juga tak memungkiri ada rumah sakit yang 'nakal' dalam mengajukan klaim pasien covid-19. Untuk itu, pemerintah dan BPJS Kesehatan harus melakukan pengecekan secara detail.
Kendati begitu, Dedy menyatakan masalah dispute harus segera diselesaikan. Pasalnya, hal ini akan mempengaruhi keuangan rumah sakit.
Sementara, rumah sakit membutuhkan arus kas karena jumlah kasus penularan virus corona semakin meningkat. Jika arus kas terganggu, maka akan berdampak buruk untuk penanganan pasien di rumah sakit tersebut.
"Ini perlu jadi perhatian bersama, ini kan hanya masalah administrasi saja. Jadi harusnya solusi bisa cepat," jelas Dedy.
Mengutip laman resmi Kementerian Kesehatan, rumah sakit yang dapat melakukan melakukan klaim adalah rumah sakit rujukan penanggulangan penyakit infeksi emerging tertentu dan rumah sakit darurat.
Pelayanan yang dapat dibiayai dalam penanganan pasien covid-19, antara lain administrasi pelayanan, akomodasi, jasa dokter, tindakan di ruangan, pemakaian ventilator, pemeriksaan penunjang diagnostik, bahan medis habis pakai.
Kemudian, obat-obatan, alat kesehatan termasuk penggunaan APD di ruangan,
ambulans rujukan, pemulasaran jenazah, dan pelayanan kesehatan lain sesuai indikasi medis.