PT KAI (Persero) mengaku mendukung rencana pemerintah memberikan subsidi biaya rapid test untuk penumpang kereta api (KA). Tujuannya memudahkan masyarakat memenuhi syarat bepergian jika hendak menggunakan jasa KAI.
"Kami mendukung rencana pemerintah tersebut, karena dapat memudahkan masyarakat yang akan menggunakan kereta api," ujar VP Public Relations KAI Joni Martinus kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/9).
Namun, ia mengaku pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan belum menyampaikan rencana itu kepada pihak KAI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, KAI telah bekerja sama dengan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI untuk menyediakan layanan rapid test di sejumlah stasiun dengan tarif Rp85 ribu.
"Saat ini, KAI sudah bekerjasama dengan RNI untuk menyediakan layanan Rapid Test di 17 Stasiun dengan harga terjangkau," imbuhnya.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengatakan pemerintah berencana memberikan subsidi biaya rapid test untuk penumpang kereta api.
Dengan subsidi itu, pemerintah berharap bisa meringankan beban operator kereta di tengah sepinya penumpang akibat pandemi covid-19.
Lihat juga:Kemenhub Nunggak Rp3 T ke LRT Palembang |
"Ini masih terus kami diskusikan dengan operator, termasuk ada pemberian subsidi rapid test untuk penumpang KA sebagai salah satu upaya memberikan kepercayaan masyarakat," ungkapnya dalam Dialog Publik Hari Perhubungan Nasional bertajuk Wujudkan Asa, Majukan Indonesia, Kamis (17/9).
Ia mengungkapkan traffic perjalanan dan penumpang kereta api sebetulnya meningkat drastis pada akhir 2019 hingga awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, pandemi membalikkan kondisi tersebut karena PSBB di sejumlah kota membatasi aktivitas masyarakat.
Secara operasional, lanjut dia, operator KA sempat mencoba menambah jadwal di Agustus. Namun, jumlah penumpang belum masih tetap stagnan di kisaran 60 ribu penumpang, sehingga okupansi tidak melebihi 47 persen.
"Bahkan menjelang September ini, terjadi penurunan okupansi karena jumlah perjalanan ditingkatkan. Artinya penambahan jumlah perjalanan tidak bisa mengangkat jumlah penumpang," tandasnya.