Harga minyak mentah dunia turun tipis pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (18/9), waktu AS. Penurunan harga minyak mentah dipicu oleh kebijakan Libya yang mencabut blokade ekspor minyak.
Komandan Libya Khalifa Haftar mengaku mencabut blokade ekspor minyak selama enam bulan. Kebijakan ini memberi sinyal dukungan dari pertemuan OPEC+ untuk mendongkrak kontrak berjangka minyak.
Meski tak signifikan, namun pengumuman dinilai memberi dampak negatif terhadap tren kenaikan harga minyak yang sempat terjadi pada pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari Antara, Senin (21/9), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November turun 15 sen menjadi US$43,15 per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik tipis 14 sen menjadi US$41,11 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sentimen pasar jatuh selepas Haftar mengumumkan kebijakannya. Blokade tersebut membuat pemangkasan meningkat 100 ribu barel per hari (bph) dari sekitar 1,2 juta bph sebelumnya. Namun, tak disebutkan seberapa cepat Libya dapat meningkatkan produksi.
Analis Price Futures Group Phil Flynn menyebut pernyataan tersebut menimbulkan kekhawatiran akan memburuknya permintaan minyak.
"Mentalitas penghindaran risiko dipercikkan ke minyak. Masih ada kekhawatiran permintaan akan memburuknya," katanya.
Sementara, pekan lalu, panel kunci OPEC+ mendesak kepatuhan akan pemotongan produksi minyak di tengah lesunya harga minyak mentah.
Pangeran Arab Saudi Abdulaziz bin Salman menyebut dalam pertemuan tersebut bahwa kelompok produsen OPEC+ dapat mengadakan pertemuan luar baisa pada Oktober jika pasar minyak terus memburuk akibat permintaan yang lemah dan meningkatnya kasus virus corona (covid-19).
"Aliansi menunjukkan kekuatan dan meyakinkan pasar bahwa jika tindakan lebih lanjut diperlukan untuk mendisiplinkan sub-pelanggar dan menyeimbangkan pasar," imbuh Kepala Pasar Minyak Rystad Energy Bjornar Tonhaugen.