Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut Indonesia sebagai negara tropis cocok dan memiliki potensi besar dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). Salah satu cara dengan mengandalkan energi tenaga surya atau matahari.
Pasalnya, penyinaran matahari di Indonesia lebih panjang dibandingkan negara-negara lainnya.
"Sangat bisa (mengandalkan energi surya), karena negara tropis. Penyinaran matahari lebih panjang dari negara lain," katanya dalam diskusi daring, FORTEI, ICP-PEP 2020, Rabu (23/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ia tak memungkiri bahwa dalam proses penambahan penggunaan EBT masih terhalang oleh pemasangan transmisi. Khususnya di daerah rural (terpencil).
Arifin mengatakan Kementerian ESDM bersama dengan PT PLN (Persero) memiliki rencana untuk mengejar pemasangan transmisi EBT di daerah terpencil seperti di Papua dan Sulawesi.
"Sulawesi sudah ada program dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) awal tahun depan di daerah-daerah yang remote," jelasnya.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa pemerintah akan memasang smart grid atau sistem jaringan tenaga listrik yang dilengkapi teknologi yang memungkinkan sistem pengaturan listrik secara efisien.
Selain efisiensi, ia meyakini pengembangan smart grid akan meningkatkan integrasi energi terbarukan dalam skala yang besar dan mampu menurunkan tarif listrik dengan mengendalikan beban puncak listrik.
Sejauh ini, pengembangan smart grid masih terbatas di Pulau Jawa dan beberapa pulau pilihan lainnya seperti Bali, Sumba, Selayar, Sulawesi Selatan, dan beberapa pulau lainnya.
Arifin mengungkap porsi EBT ditargetkan meningkat menjadi 23 persen pada 2025. EBT bersumber dari energi hidro, panas bumi (termasuk skala kecil / modular), biofuel, energi angin, energi matahari, biomassa dan limbah, dll.
"Realisasi energi bauran tenaga listrik hingga Juni 2020 masih didominasi batubara yaitu 64,27 persen," katanya.