Studi: Efek Covid, Pendapatan Pekerja Global Menguap US$3,5 T

CNN Indonesia
Kamis, 24 Sep 2020 08:36 WIB
Studi Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat pendapatan tenaga kerja dunia merosot seiring berkurangnya jam kerja di tengah pandemi corona.
Studi Organisasi Buruh Internasional (ILO) mencatat pendapatan tenaga kerja dunia merosot seiring berkurangnya jam kerja di tengah pandemi corona. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/SISWOWIDODO).
Jakarta, CNN Indonesia --

Studi teranyar Organisasi Buruh Internasional (ILO) memaparkan pendapatan tenaga kerja secara global hingga September 2020 menyusut 10,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan itu setara US$3,5 triliun, atau 5,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) global.

Penurunan pendapatan itu tak lepas dari berkurangnya jam kerja di tengah pandemi corona. ILO menyebut jumlah jam kerja yang hilang di seluruh dunia akibat pandemi covid-19 lebih buruk dari yang diperkirakan. ILO mencatat hingga pertengahan 2020 jam kerja global telah turun 17,3 persen dibandingkan Desember tahun lalu.

Persentase itu setara dengan hilangnya hampir 500 juta pekerjaan penuh waktu serta 100 juta lebih tinggi dari perkiraan awal ILO tentang jumlah pekerja penuh waktu yang hilang di akhir kuartal III.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini telah menjadi bencana besar," kata kepala ILO Guy Ryder kepada wartawan dalam sebuah diskusi virtual, seperti dikutip AFP, Rabu (23/9).

Hingga kini, Covid-19 telah menewaskan hampir satu juta orang di seluruh dunia dari lebih dari 31 juta orang terinfeksi.

Selain tantangan kesehatan, penguncian, wilayah, pembatasan perjalanan, dan tindakan lain yang diambil untuk mengendalikan virus, Covid-19 berdampak buruk pada pekerjaan dan pendapatan di seluruh dunia.

ILO juga memperingatkan bahwa prospek tiga bulan terakhir 202 "memburuk secara signifikan" sejak laporan terakhirnya pada Juni lalu.

Organisasi tersebut sebelumnya memperkirakan bahwa jam kerja global akan tergerus 4,9 persen pada kuartal keempat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kini angka tersebut berubah menjadi lebih buruk dengan perkiraan penurunan hingga 8,6 persen atau setara dengan hilangnya 245 juta pekerjaan penuh waktu.

Kondisi ini menjelaskan bahwa pekerja di negara berkembang, terutama mereka yang bekerja di sektor informal, lebih terpengaruh daripada di krisis sebelumnya.

Oleh karena itu, Ryder mendesak pembuat kebijakan untuk fokus pada kesehatan daripada ekonomi dalam menanggapi pandemi.

"Kapasitas dan kecepatan ekonomi global untuk keluar dari keterpurukan pasar tenaga kerja terkait erat dengan kapasitas kita untuk mengendalikan pandemi," katanya.

Di samping itu, laporan ILO juga menunjukkan kehancuran pasar tenaga kerja bisa lebih buruk tanpa banyaknya paket stimulus fiskal yang disediakan oleh pemerintah.

Namun, ia memperingatkan selama ini stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah di berbagai belahan dunia sangat tidak merata. Menurutnya, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengeluarkan stimulus US$982 miliar lebih rendah dibandingkan negara-negara kaya.

Ryder mendesak upaya internasional untuk menutup kesenjangan tersebut dan menegaskan bahwa "tidak ada kelompok, negara atau wilayah yang dapat mengatasi krisis ini sendirian."

Sementara itu, kepala divisi kebijakan ketenagakerjaan ILO Dan Sangheon Lee memperingatkan situasi pekerja dapat semakin memburuk jika gelombang kedua covid-19 terjadi. Pasalnya, hal ini akan menyebabkan pembatasan yang lebih ketat serta lockdown di banyak wilayah yang berdampak pada pasar tenaga kerja.

"Hilangnya pekerjaan bisa sebanding dengan besarnya yang kita lihat pada kuartal kedua tahun ini," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]



(hrf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER